Sukses

6 Jenis Orang yang Harus Didepak Jauh-jauh

Tidak berbaik-baik dengan semua orang malah membantu kita fokus kepada mereka yang memang penting buat kita.

Liputan6.com, New York - Seorang pembicara motivasi, Jim Rohn, pernah berkata, “Kamu adalah sifat rata-rata dari 5 orang yang paling banyak waktunya bersamamu.” Kita tentunya ingin menjadi diri kita sendiri, tetapi sepertinya apa dikatakan barusan ada benarnya juga.

Dikutip dari Huffington Post pada Jumat (11/12/2015), ulasan Lindsay Holmes mengatakan bahwa kita dipengaruhi oleh lingkungan kita, dan tentunya termasuk orang-orang di dalamnya.

Misalnya, jika salah satu dari “5 orang” di sekitar kita itu ingin keluar bergaul pada Sabtu malam, kemungkinan besar kita ingin keluar bergaul juga. Jika salah satu dari mereka punya pandangan tertentu tentang cara menangani konflik, kemungkinan kita juga memiliki pemikiran yang serupa.

Lalu bagaimana jika salah satu dari “5 orang” itu ternyata tidak baik bagi kita?

Peneliti interaksi sosial sekaligus profesor psikologi Harry Reiss, Ph.D. dari University of Rochester mengatakan kepada Huffington Post begini, “Memang sebenarnya ada sejumlah relasi yang dapat membahayakan kesehatan kita. Relasi-relasi itu memberikan tekanan emosi dan bahkan jasmani juga.”

Berikut ini adalah 6 jenis hubungan yang menekan dan mungkin kita alami pada suatu masa dalam hidup kita dan bagaimana relasi itu berdampak kepada kebaikan psikologis kita. Jangan lupa, disertakanjuga tindakan yang harus kita ambil untuk itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tidak Suka, Pernah Berpisah

1. Orang yang tidak menyukai kita

Ada 7 miliar manusia di bumi ini, jadi sangat tidak mungkin kita bisa berbaik-baik dengan setiap orang dari mereka. Penulis Marcia Reynolds, PsyD menegaskan bahwa tidak berbaik-baik dengan semua orang malah membantu kita fokus kepada mereka yang memang penting buat kita.

Katanya melalui suatu blog di Pyschology Today, “Semakin kita menerima orang lain sebagaimana adanya, menahan diri untuk tidak memperbaiki mereka atau mengubah pendapat mereka, dan mendengar dengan sabar dan welas asih, semakin kita mampu maju dengan tujuan-tujuan kita tidak peduli orang suka kepada kita ataupun tidak.”

Untuk menghadapi orang yang hanya mencari-cari kesalahan kita, Reis menganjurkan untuk fokus kepada hal-hal positif. Buatlah jurnal dimana kita mencatat nilai-nilai kita dan cara kita mempertahankannya.

2. Orang yang pernah berpisah dengan kita

Mengakhiri suatu hubungan dengan teman bisa sama sakitnya dengan berpisah dari pasangan romantik kita. Orang yang dulunya menjadi kepercayaan kita mendadak terasa seperti seorang asing. Waspadalah jika kita mendadak malah mati-matian memperbaiki apa yang sudah hilang.

Sifat alamiah manusia adalah menjaga apa yang nyaman dan itu bisa mencakup hubungan yang terpanjang di dalam hidup kita. Sedihnya, sejumlah persahabatan memang tidak untuk selamanya—apalagi jika mencoba memperbaikinya berarti malah mengorbankan kesehatan emosi kita.

Nasehat Reiss adalah, “Carilah orang yang lebih positif dan dapatkan pengalaman yang lebih baik dari orang-orang tersebut.”

Hal ini bukan berarti kita harus melupakan saat-saat indah yang pernah ada, tapi terkadang kenangan—bukan orangnya—itulah yang harus dibawa terus.

3. Orang yang selalu stress

Sesekali mencurahkan hati boleh-boleh saja, tapi jika kita terus menerus mengurusi topik-topik stress dengan orang-orang ini, kita bisa ambruk juga. Penelitian menunjukkan bahwa stress itu menular. Ketika kita berada di sekitar orang yang terus-menerus muram, hal itu bisa memicu tanggapan stress di dalam diri kita juga.

Teman-teman kita harus membantu kita keluar atau memecahkan ketakutan-ketakutan kita, bukannya menciptakan ketakutan tambahan.

Di kemudian hari, cobalah untuk mengganti bahan pembicaraan dan menegaskan sisi cerahnya. Kuncinya di sini adalanh dengan memperhatikan mood kita, demikian menurut Heidi Hanna, penulis buku Stressaholic: 5 Steps to Transform Your Relationship With Stress. Katanya kepada Everyday Health, “Cara terbaik untuk membatasi stress tangan kedua adalah untuk melindungi sendiri energy kita.”

3 dari 3 halaman

Adu Mulut, Memanfaatkan Kita

4. Orang yang selalu adu mulut dengan kita

Kita semua sudah pernah bertemu dengan orang yang berpendapat dengan tajam, sehingga terasa seperti sengaja berbeda dengan kita. Apapun yang kita utarakan selalu bertentangan dengannya.

Tak ada seorangpun yang ingin terus menerus dalam keadaan bergolak. Kenyataannya, penelitian menunjukkan bahwa seringnya adu mulut dengan pasangan atau teman dapat berbahaya bagi kesehatan, demikian dilaporkan BBC.

“Tegaskan apa yang penting untuk kita daripada hanya mengandalkan umpan balik dari orang lain,” kata Reiss. “Kuatkan dalam diri kita hal-hal yang baik.” Ini berarti kukuh dengan apa yang kita percaya, tidak pusing dengan apa yang menjadi omongan orang.

5. Orang yang memanfaatkan kita

Kata Reiss, “Tak ada orang yang bisa menginjak-injak kita kecuali kalau kita mengijinkannya. Kalau kita merasa diperlakukan dengan buruk, kita sebetulnya punya kekuatan untuk memperbaikinya.”

Kita tidak punya ruang dalam hidup kita untuk orang-orang yang memanfaatkan kita. Menolong sesama adalah suatu hal dan penelitian bahkan membuktikan bahwa hal itu baik bagi kesehatan kita. Tapi jika kebaikan ini hanya berjalan satu arah, mungkin sudah saatnya untuk menangani situasi ini.

Menurut Reiss, “Jelaskanlah dalam cara yang tidak menghakimi mengenai apa yang tidak bisa kita terima. Cobalah untuk menghubungi orang itu. Jangan menuntut, tapi tunjukkanlah apa yang menjadi masalah. Kemudian cobalah untuk mencari cara bagaimana hal itu bisa diperbaiki tanpa adanya harapan muluk-muluk dari orang tersebut.”

6. Orang yang menjadi pengaruh buruk

Perlu keberanian kuat untuk menggerus kebiasaan buruk dalam diri kita. Reiss mengatakan bahwa hubungan yang positif melindungi kepentingan kita, padahal hubungan yang penuh stress malah menghasilkan yang sebaliknya. “Jika hubungannya beracun, hal itu mengganggu hal-hal yang kita sadari sebagai menyehatkan bagi kita,” ujarnya.

“Manusia bisa menderita. Itu bisa membuatnya tidak bahagia, atau hubungan itu bisa mengganggu dengan kemampuan kita untuk melangkah maju dengan tujuan-tujuan kita.”

Reiss juga mengatakan agar jangan membiarkan hubungan-hubungan di atas menjerumuskan kita ke dalam sumur yang berisi pilihan-pilihan negatif. Jika mereka memang teman atau pasangan yang memang penuh arti, mereka akan mengerti dan menerima keputusan-keputusan sehat kita.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.