Sukses

Gen Ini Buat Bakteri Kebal terhadap Antibiotik

Sekelompok peneliti Tiongkok menemukan suatu gen pada bakteri yang menyebabkannya kebal terhadap antibiotik paling anyar.

Liputan6.com, Guangzhou - Para peneliti Tiongkok menemukan kejutan yang kurang menyenangkan dan berpotensi menjadi wabah.

Dikutip pada Sabtu (21/11/2015) dari terbitan di laman resmi Lembaga Kesehatan Nasional AS (National Institute of Health, NIH), dijelaskan bahwa para peneliti negeri Tirai Bambu itu telah mencirikan suatu gen yang dapat membuat bakteri biasa menjadi kebal terhadap antibiotika paling anyar, polymyxins.

Seperti dilaporkan dalam The Lancet Infectious Diseases pada 18 November 2015, gen yang disebut mcr-1 tersebut ditemukan pada bakteri Enterobacteriaceae baik pada hewan babi maupun manusia di selatan Tiongkok.

Menurut para peneliti, sejumlah rumpun bakteria tersebut memiliki potensi untuk menyebabkan wabah. Kata Jian-Hua Liu, profesor di Universitas Pertanian Tiongkok di kota Guangzhou, dalam tulisan makalahnya, “Hasil-hasil ini sangat mengkhawatirkan.”

Ia melanjutkan, “Dua jenis polymyxin—yaitu colistin dan polymyxin B—merupakan kelas terakhir antibiotika yang menyebabkan kekebalan tidak dapat menyebar dari sel ke sel. Hingga sekarang, kekebalan terhadap colistin dihasilkan oleh mutasi pada kromosom, sehingga mekanisme kekebalannya tidak stabil dan tidak dapat menyebar ke bakteria lain.”

Namun demikian, gen yang baru ditemukan ini ada di plasmid—yaitu bentuk bergerak suatu DNA yang lebih mudah digandakan dan dipindahkan di antara bakteria-bakteria yang berbeda. Dalam pandangan para peneliti, hal ini mengarah pada potensi lebih besar penyebaran gen dan perubahannya dalam berbagai jenis bakteria.

Liu memperingatkan bahwa temuan ini mengarah kepada munculnya gen yang memunculkan kekebalan pada berbagai obat yang “sebelumnya sudah disebarkan di antara bakteri-bakteri biasa”, termasuk E. coli dan Klebsiella pneumonia yang menyebabkan infeksi mematikan pada paru atau aliran darah.

Gencarnya penggunaan antibiotik dalam pertanian telah merangsang perkembangan gen kekebalan baru, kata tim Liu. Menurut pengamatan tim tersebut, polymyxin colistin memang dipakai meluas pada hewan-hewan peternakan di Tiongkok.

Dibandingkan dengan manusia, hewan babi lebih mungkin memiliki bakteri dengan gen mcr-1 dengan kekebalan terhadap colistin. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa kekebalan ini bermula dari hewan dan kemudian berpindah kepada manusia.

Para peneliti mengatakan bahwa temuan ini meresahkan bagi kesehatan masyarakat di seluruh dunia.

“Kehadiran mcr-1 menjadi tanda kalahnya kelompok terakhir antibiotika. Walaupun sekarang ini masih terkungkung di Tiongkok, mcr-1 kemungkinan merangsang gen-gen kekebalan lainnya, dan menyebar ke seluruh dunia."

Ia melanjutkan, "Ada keperluan kritis untuk menelaah ulang penggunaan polymyxin pada hewan dan perlunya pemantauan dan pengawasan internasional mcr-1 ini pada kedokteran manusia maupun hewan.”

Pemerintah Tiongkok telah memulai kajian risiko penggunaan colistin dalam bahan tambahan pakan ternak, kata para penulis penelitian itu.

Dua orang pakar AS sepakat bahwa ada ancaman nyata oleh bakteria yang menjadi kebal terhadap semua antibiotika.

Dr. Bruce Polsky, kepala departemen pengobatan di Winthrop-University Hospital di kota Mineola, negara bagian New York, mengatakan, “Dalam hal ini, antibiotik colistin menjadi ‘garis akhir’—suatu pilihan terakhir melawan organisme kebal obat setelah semua pilihan sudah dijalankan.”

Menurutnya, tindakan mendesak harus diambil, katanya, “Untuk melanggengkan colistin dan antibiotik penyelamat nyawa lainnya, penggunaan antibiotik dalam pakan ternak harus sangat dibatasi untuk mengurangi perkembangan kekebalan di kalangan organisme mikro yang berbiak dalam hewan.”

Sementara itu, Dr. Bruce seorang spesialis penyakit menular di North Shore University Hospital di kota Manhasset, juga di negara bagian New York, mengatakan bahwa kekebalan terhadap polymyxin merupakan hal yang langka di masa lalu dan temuan baru ini mengejutkan.

Penyebaran bakteria dengan gen kekebalan “dapat menyeret kita ke masa ‘pra-antibiotik’ di masa depan” dan hanya sedikit pilihan bagi pasien yang berjuang melawan infeksi yang mengancam nyawa.

Para pakar sepakat bahwa para dokter dan juga pasiennya memiliki tanggungjawab untuk mengurangi penggunaan tak perlu antibiotik. Kata Hirsch, “Kalau tidak perlu antibiotik, jangan meminumnya. Kamu malah memberi latihan tambahan kepada bakterianya.” (Alx)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.