Sukses

Mendung Kelabu Membuat Sendu?

Musim dengan cuaca mendung memang bisa menurunkan mood manusia, lho.

Liputan6.com, Jakarta - Musim hujan telah tiba. Mendung kelabu, hati pun sendu. Begitukah?

Walapun terdengar seperti syair lagu cengeng, ternyata mood manusia memang bisa dipengaruhi oleh cuaca.

Seseorang mendadak tidak semangat, lelah, bosan, terus-menerus mencari cemilan, mudah tersinggung, mengantuk, tidur berlebihan, atau malah susah tidur.

Dikutip dari ulasan singkat Villanova University, Kamis (19/11/2015), gejala yang dikenal dengan seasonal affective disorder (SAD) itu ternyata terkait dengan ketidakseimbangan biokimia dalam tubuh manusia karena berkurangnya waktu terang di siang hari dan menurunnya pancaran sinar matahari secara umum.

Dalam penjelasannya, disebutkan bahwa mood manusia antara lain dipengaruhi oleh sinar matahari, zat melatonin, zat serotonin, dan vitamin D.

Melatonin—dikenal sebagai hormon tidur—berkurang ketika hari sedang cerah. Sementara serotonin—hormon yang berkaitan dengan kecerahan dan mood yang bergolak—justru meningkat ketika hari sedang cerah.

Vitamin D memainkan peran menjaga tingkat hormon serotonin selama musim dingin yang memiliki lebih sedikit hari-hari cerah. Di Indonesia, musim hujan memiliki lebih sedikit hari-hari cerah. Padahal, cahaya matahari merangsang produksi pra-vitamin D yang kemudian menjelma menjadi vitamin D.

Siapa yang berisiko?

Risiko SAD semakin meningkat dengan berkurangnya paparan kepada cahaya matahari, dan lebih sering dialami oleh kaum muda dan pada kaum wanita. Bukan hanya itu, risiko SAD juga meningkat dengan semakin jauhnya letak seseorang dari garis katulistiwa (equator).

Untunglah, ada sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak SAD ini, misalnya dengan memaparkan diri kepada cahaya, menjaga jadwal yang rutin, menjaga pola tidur teratur dan tidur dengan cukup, tetap berolahraga, melakukan kegiatan yang menyenangkan dan menyantap makanan yang sehat serta tidak berlebihan.

Cara mengurangi gejala

Walaupun tampaknya mudah, memaparkan diri kepada cahaya di bulan-bulan mendung ini memang menjadi tantangan tersendiri.

Sejumlah cara ini dapat dicoba. Selagi cerah, paparkan diri ke matahari, berjalan-jalan, lakukan kegiatan luar ruang secara rutin.

Di dalam ruang berjendela, aturlah supaya duduk di dekat jendela yang dimasuki cahaya, atau berolahraga dekat jendela.

Ketika istirahat siang pada jam kerja, pergilah ke luar kalau memungkinkan. Namun jangan lupa mengenakan pelindung sinar matahari untuk menepis bahaya sinar ultra ungu yang membahayakan.

Semua itu dapat membantu peningkatan pro-vitamin D yang kemudian menjelama menjadi vitamin D—pengatur hormon serotonin seperti disebut sebelum ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Terapi Cahaya

Dalam keadaan tertentu, penanganan SAD memerlukan bantuan dari luar, semisal obat anti-depresi, konsultasi kejiwaan, atau dengan peggunaan terapi sinar.

Dikutip dari tulisan CTV pada Kamis (19/11/2015), terapi cahaya telah terbukti menjadi cara yang efektif untuk meringankan sejumlah gejala SAD.

Bukan hanya itu. Dalam laporan penelitian yang ditulis di jurnal JAMA Psychiatry, para peneliti mengungkapkan bahwa terapi cahaya—baik secara mandiri maupun dengan kombinasi cara lain—merupakan perawatan yang efektif bagi orang dewasa yang menderita major depressive disorder (MDD).

Penggunaan terapi cahaya untuk mengurangi depresi musim mendung. (Sumber CTV.ca)

Terapi cahaya merupakan perawatan berdasarkan bukti untuk SAD, yang merupakan jenis depresi terkait dengan perubahan cahaya. Pada dokter lazim menuliskan resep berupa kotak cahaya bagi para pasien penderita SAD.

Walaupun harganya agak tinggi—lebih dari Rp 1,3 juta—alat ini memancarkan cahaya buatan (artificial) yang memiliki spektrum cahaya mirip dengan spektrum cahaya alamiah pada matahari.

Menurut para peneliti, cahaya dengan spektrum lengkap inilah yang menyebabkan perubahan kimiawi otak sehingga membantu meringankan gejala-gejala depresi.

Yang lebih menarik, Dr Raymond Lam, penulis utama dan seorang profesor psikiatri di University of British Columbia, mengatakan bahwa uji coba dilakukan di semua musim dalam setahun, sehingga terapi cahaya ditengarai dapat dipakai untuk mengurangi sejumlah jenis depresi lainnya. (Alx)*

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.