Sukses

Mahasiswi Surabaya Ciptakan Panduan Penangkal Infeksi Ginjal

Seorang mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya), Lidya Karina berhasil menciptakan panduan penangkal infeksi ginjal akut.

Liputan6.com, Jakarta Seorang mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya), Lidya Karina berhasil menciptakan panduan penangkal infeksi ginjal akut ketika sang pasien berada di Intensive Care Unit (ICU) dengan terapi cuci darah.

Lidya Karina mengatakan bahwa panduan ini ditujukan bagi para pekerja farmasi di rumah sakit, ketika pemberian obat pencegah infeksi saat pasien membutuhkan terapi cuci darah.

"Ide awal bermula dari banyak temuan pasien di Intensive Care Unit (ICU) yang sedang menjalani terapi cuci darah terkena infeksi. Biasanya pasien di ICU mengalami kondisi kritis dan seperti gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut merupakan kondisi di mana terjadi penurunan fungsi ginjal secara mendadak," kata Lidya kepada wartawan, Rabu (30/9/2015).

Lidya menjelaskan bahwa untuk membantu ginjal melakukan tugasnya kembali, maka dibutuhkanlah alat bantu dari luar tubuh untuk membersihkan racun atau obat yang telah menumpuk pada tubuh manusia.

Pada pasien ICU yang kondisinya kritis dan cenderung tidak stabil butuh cuci darah dengan waktu pencucian yang lebih panjang. Metode ini disebut cuci darah 24 jam atau dalam istilah lain Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT).

"Disisi lain, daya tahan tubuh pada pasien di ICU yang mengalami kondisi kritis sangatlah lemah. Kondisi ini menyebabkan pasien ICU rentan terserang oleh kuman-kuman dari lingkungan rumah sakit yang umumnya kebal dan tidak bisa dilawan dengan terapi antibiotika biasa. Untuk melawan kuman-kuman bandel tersebut biasanya dokter harus meresepkan antibiotika yang lebih kuat yang disebut Vancomycin," imbuh Lidy.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sudah ada kuman yang mengalahkan vancomycin

Sudah ada kuman yang mengalahkan vancomycin

Lidya mengakui bahwa saat ini badan pengendali infeksi dunia yang disebut CDC melaporkan bahwa sudah ada kuman-kuman yang bisa mengalahkan vancomycin dan menyebabkan kegagalan terapi vancomycin.

"Setelah diteliti lebih lanjut ternyata penyebab kegagalan tersebut adalah jumlah vancomycin yang kurang ketika untuk melawan bakteri dalam tubuh. Dalam Hal ini dapat mengakibatkan pasien yang menggunakan cuci darah 24 jam atau CRRT dapat terjangkit infeksi," lanjut Lidya.

Lidya menyatakan bahwa pada pasien yang menggunakan cuci darah 24 jam atau CRRT, pembersihan vancomycin dari dalam tubuh tidak hanya dilakukan oleh ginjal saja namun juga oleh alat cuci darah.

Peningkatan jumlah vancomycin yang terbuang dari tubuh menyebabkan penurunan jumlah vancomycin yang bisa melawan kuman dalam tubuh. Oleh sebab itu menurut gadis yang genap berusia 23 tahun ini perlu dilakukan penyesuaian jumlah atau dosis vancomycin yang diberikan pada pasien yang mengalami cuci darah.

Selama ini dokter di rumah sakit memang sudah mengacu pada literatur dan pengalaman klinis, namun dengan dilaporkannya banyaknya kegagalan terapi vancomycin oleh badan pengendali infeksi dunia maka dibutuhkan penelitian untuk menentukan dosis yang tepat dan waktu yang tepat untuk pemantauan jumlah obat dalam darah.

"Obat yang sudah masuk ke pasien harus terus dipantau. Hasil pantauan ini untuk melihat apakah jumlah vancomycin dalam darah sudah cukup untuk melawan kuman," jelas Lidya.

3 dari 3 halaman

Ke Belanda

Ke Belanda

Untuk mendapatkan formula pemberian vancomycin, Lidya Karina terbang ke Negeri Kincir, Belanda. Selama 5 bulan, pada bulan Februari – July 2015 silam di University of Groningen, Lidya melakukan penelitian.

Pada penelitiannya ini, penentuan dosis vancomycin dan waktu pemantauan vancomycin di dalam darah dilakukan dengan pendekatan farmakokinetika (perjalanan obat dalam tubuh termasuk pembuangan oleh ginjal dan alat cuci darah) populasi.

Data sejumlah pasien dimasukkan ke dalam software yang mampu melakukan simulasi untuk dapat mempredikisi profil farmakokinetika vancomycin pada populasi. Software yang digunakan Lidya sementara waktu tidak ada di Indonesia.

Dari keluaran data yang telah dimasukkan di software berupa profil. Profil yang didapat tersebut digunakan untuk menentukan dosis yang tepat dan waktu pemantauan kadar vancomycin. Hasil penelitian ini dilaporkan dalam bentuk skema dosis dan waktu pemantauan vancomycin.

"Harapan saya dengan adanya panduan ini menjadi salah satu wujud nyata kontribusi farmasi klinis dan apoteker di bidang kesehatan, yaitu dalam membantu optimalisasi terapi antibiotika Vancomycin pada pasien ICU yang mengalami gagal ginjal akut dan membutuhkan cuci darah 24 jam," pungkas Lidya. (Dian Kurniawan)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini