Sukses

Mensos: Legalitas BPJS pada Kesepakatan Antara DPR dan Pemerintah

Perlindungan sosial bisa disisipkan dalam bathsul masail muktamar NU.

Liputan6.com, Jakarta Perlindungan sosial merupakan persoalan negara. Menurut perspektif Islam disebut dalam hadis nabi, “Tasyaruful imam al roiyati manutu bil maslahah,” pemerintahan yang baik adalah yang membelanjakan anggaran negara untuk kesejahteraan rakyatnya.

“Hadis nabi ini menuntut peran negara untuk mewujudkan kesejahteraan warganya,” kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa usai Halal bihalal di Yayasan Khadijah Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (1/8/2015).

Terkait dengan perhelatan muktamar ormas terbesar di Indonesia, Nadhatul Ulama (NU) ke-33, maka perlindungan sosial negara terhadap rakyat bisa disisipkan dalam bahtsul masail

Selain itu, indeks pembangunan manusia (human development index) dengan indikatornya yang tercermin dari tingkat kesehatan, pendidikan, serta income per kapita masyarakat.

“Ketiga indikator tersebut, merupakan standar yang dipakai di dunia. Pemerintah saat ini, berupaya mewujudkan salah satunya dengan memberikan perlindungan sosial terhadap warga kurang mampu,” ucapnya.

Pada pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla, perlindungan sosial diwujudkan dalam kartu sakti, yaitu Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), serta Kartu Indonesia Pintar (KIP).

“Saat ini, program perlindungan sosial dari KIS menyasar 88,2 juta, KIP 20,3 juta untuk anak sekolah usia 6 -21 tahun, serta KKS 16,3 juta,” tandasnya, seperti dalam siaran pers yang diterima Health-Liputan6.com, Minggu (2/8/2015).

Program KIS merupakan leading sector Kementerian Kesehatan sebagai amanat dari UU Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan pelaksana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

“Mari kita lihat legalitas produknya. Saya tidak mengomentari isu yang berkembang sekarang. Tapi yang jelas BPJS merupakan sebuah lembaga yang terlahir dari kesepakatan antara DPR dan pemerintah,” katanya.

Tekait fatwa bukan soal berlaku atau tidak. Ada regulasi tertuang dalam UU dan menjadi referensi yang hukumnya jelas dan didukung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Bisa diadakan diskusi dengan menghadirkan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, lembaga dan organisasi massa (ormas) keagamaan, perguruan tinggi terkait penyelenggaraan BPJS agar ada masukan yang komprehensif, ” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.