Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Mengintip Sisi Gelap Jepang, Prostitusi Remaja di Akihabara

Distrik Akihabara selalu dipenuhi gadis-gadis remaja bayaran yang harus 'melayani' laki-laki.

Liputan6.com, Tokyo Di balik gemerlap lampu di Ibukota Jepang, Tokyo, ada distrik Akihabara yang selalu dipenuhi gadis-gadis remaja bayaran yang harus 'melayani' laki-laki termasuk meramal, pijat, berjalan-jalan dan melakukan hubungan seksual.

Mengutip Dailymail, Rabu (22/7/2015), para remaja perempuan itu kerap disebut joshi-kosei osanpo (JK) yang berarti kencan dengan anak SMA.

Seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya, mengaku telah menjadi JK sejak usianya 16 tahun. Ibunya sakit mental dan keluarganya tidak akur. "Saya merasa tidak punya tempat. Ketika saya membagikan selebaran di Akihabara, saya bisa melupakan kehidupan sehari-hari," katanya.

Wanita tersebut pun mengaku, bila bayarannya tinggi, tak jarang para JK mau berhubungan seks. Dia sendiri telah kehilangan keperawanannya sejak usia 18 tahun.

"Semuanya terjadi begitu saja, tiba-tiba kami bergairah," katanya.

Dia juga bercerita bagaimana pelanggannya tidak menyukai wanita yang berdandan. Sebab banyak pria lebih memilih remaja sekolah yang menggunakan rok pendek khas remaja SMA.

Satu lagi, anehnya ada sebuah grup yang begitu populer di Jepang yang beranggotakan anak-anak remaja. Banyak orang berpikir, mereka ini sedang bermain peran. Padahal mereka benar-benar anak sekolah. Namun mereka menjadi aset bisnis yang menjanjikan.

Dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mencatat, ada jaringan yang mengambil keuntungan dari bisnis anak-anak remaja di Jepang. "Ada sekelompok individu yang yang ingin memanfaatkan keuntungan dari gaya hidup remaja masa kini," kata seorang wartawan Amerika, Jake Adelstein.

Mirisnya, meski bisnis prostitusi ini dekat dengan kepolisian di Akihabara, para remaja bisa berdiri di tempat terbuka. "Semua orang tahu ini salah, tapi mereka tidak melakukan apa-apa."

Wartawan dari Brooklyn, Simon Ostrovsky menuliskan, bisnis gadis remaja ini telah dimulai sejak 1990-an hingga sekarang. Untuk bisa mengobrol dengan salah seorang remaja, dia harus membayar 3.000 yen atau sekitar Rp 300 ribu.

"Setelah duduk selama 7-10 menit, remaja itu mencoba meramal tapi dia tidak bisa dan hanya senyum kepada saya. Saya rasa ini adalah hal paling aneh yang pernah saya lakukan. Saya pun jadi canggung dan tidak bisa melakukannya lagi," katanya.

Penasaran, dia pun menyimpan kamera tersembunyi dan melihat para pria lain mengobrol asik dengan anak perempuan. "Sungguh menakutkan melihat laki-laki dewasa bermain mata dengan anak remaja," tulisnya. Dia juga melihat pria usia 40-50 tahun yang hafal lirik lagu dan antusias melambaikan tongkat cahaya selama pertunjukkan.

"Memang beberapa orang memiliki kondisi sulit, namun Jepang adalah salah satu negara maju anggota PBB yang setuju melawan perdangan manusia. Tapi mereka memiliki kehidupan malam dan perlakuan yang buruk bagi anak perempuan," katanya.

Seorang pekerja sosial, Yumeno Nito mengatakan telah membantu 100 anak perempuan yang terjebak dalam kondisi JK. "Banyak anak sekolah yang terlibat dalam pelacuran atau perdagangan manusia. Sayangnya, tidak semua dari mereka yang mendapatkan penghasilan. Sebagian dari mereka bahkan bunuh diri dan lainnya disalahkan karena menjual diri," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini