Sukses

Inilah yang Menentukan Kebahagiaan Seseorang

Saat membandingkan situasi sekarang dengan masa lampau dan menemukan kondisi sekarang lebih baik, kita merasa bahagia.

Liputan6.com, Jakarta Rasa puas yang kita alami sangat dipengaruhi oleh kecenderungan untuk melakukan pembandingan. Saat membandingkan situasi sekarang dengan masa lampau dan menemukan kondisi sekarang lebih baik, kita merasa bahagia.

Psikiater dari Amerika Serikat Howard C Cutler, MD menyebutkan, rasa puas atas hidup juga sering bergantung pada siapa yang kita jadikan pembanding. Jadi, tak hanya pendapatan yang kita bandingkan.

Parahnya, banyak orang selalu membandingkan dirinya dengan orang lain, utamanya dengan yang punya kondisi yang lebih dari dirinya. "Pembandingan yang terus-menerus dengan mereka yang lebih cerdas, lebih cantik, atau lebih sukses dari diri kita ini cenderung melahirkan iri, frustasi, dan kemasygulan,"ujar Howard.

Meski begitu, menurut Howard, kita dapat menggunakan prinsip yang sama secara positif. Kita dapat meningkatkan rasa puas atas hidup lewat membandingkan diri dengan mereka yang kurang beruntung daripada kita dan merenungkan semua yang kita miliki.

Banyak penelitian membuktikan, cara seperti ini sangat efektif. Ambil contoh misalnya, dalam sebuah studi, sejumlah wanita di Universitas Wisconsin di Milwaukee, Amerika Serikat diminta melihat gambar-gambar tentang kondisi hidup yang sangat buruk di Milwaukee sekitar permulaan abad ke-20 atau diminta membayangkan dan menulis tentang tragedi-tragedi pribadi seperti kebakaran atau kecacatan seumur hidup.

Usai latihan ini, para wanita ini diminta menilai mutu hidup mereka sendiri. hasilnya, ada peningkatan rasa puas atas hidup mereka masing-masing.

Eksperimen ini menunjukkan bahwa kita dapat menambah atau mengurangi rasa puas atas hidup dengan mengubah perspektif atau sudut pandang. Ini menunjukkan dengan jelas betapa besarnya peran pola pikir seseorang dalam menjalani hidup yang bahagia.

Dalai Lama menyebutkan bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang sederhana. Ada banyak tingkatannya. Dalam Buddhisme misalnya, ada sebuah acuan untuk mengukur empat faktor kepuasan atau kebahagiaan, yakni kekayaan, kepuasan duniawi, spitualitas dan pencerahan. Secara bersamaan, semua itu memengaruhi keutuhan kebahagiaan yang dicapai seseorang.

Kesehatan, kuangan yang cukup atau bahkan lebih, kepandaian, dan segala macam lain sesungguhnya bukanlah yang menentukan kebahagiaan seseorang kalau sikap mental yang benar tidak dimiliki.

Ambil contoh misalnya, hidup Anda sudah lengkap dengan materi yang berlimpah, kesuksesan di bidang pendidikan dan karier, tapi hati Anda dipenuhi dengan kebencian atau kemarahan. Kondisi ini justru merusak hati dan kebahagiaan.

"Maka, tidak ada jaminan bahwa kekayaan saja dapat memberi Anda kebahagiaan atau kepuasan yang Anda cari,"ujar Dalai Lama.

Menurut Dalai Lama, makin tinggi tingkat ketenangan pikiran kita, makin besar kedamaian yang kita rasakan. Makin besar kemampuan kita menikmati hidup yang bahagia dan menyenangkan. "Pikiran yang damai atau sikap mental yang tenang berakar pada pengungkapan perhatian dan kasih sayang. Di situ ada tingkat kepekaan yang sangat tinggi dan rasa ikut hadir secara nyata,"tegas Dalai Lama.

Jadi, kata Tokoh Spiritual Tibet ini, selama kita tidak pernah menjalani disiplin batin yang bisa mendatangkan kedamaiman pikiran, tidak peduli kelimpahan materi atau kondisi yang Anda miliki, semua itu tidak akan pernah memberi rasa sukacita dan bahagia yang Anda dambakan.

Sebaliknya, apabila Anda memiliki batin yang terpuaskan, pikiran yang tenteram dan kemantapan sampai batas tertentu bahkan jika Anda memiliki bermacam kelengkapan lain yang biasanya dijadikan sebagai prasyarat kebahagiaan, Anda mungkin menjalani hidup yang bahagia dan menyenangkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.