Sukses

Anak yang Suka Panjat Pohon dan Adu Jotos Lebih Sehat

Analisis tidak menemukan bukti meningkatnya cedera atau bahaya psikologis dengan melakukan kegiatan yang tampaknya berisiko.

Liputan6.com, Jakarta Tak sedikit orangtua yang khawatir melihat anaknya suka memanjat pohon atau adu jotos-jotosan. Padahal, kegiatan yang suka membuat jantung berdebar-debar ini cenderung lebih sehat, baik secara psikologis maupun fisik.

Itulah hasil penelitian tentang manfaat kegiatan berisiko terhadap perkembangan anak. 

"Terlibat dalam permainan berisiko meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi perilaku menetap (duduk saja), dan mempromosikan kesehatan sosial dan perilaku," kata rekan penulis studi Mariana Brussoni, yang seorang psikolog dan peneliti di University of British Columbia di Vancouver seperti dikutip Livescience, Kamis (25/6/2015).

Analisis tidak menemukan bukti meningkatnya cedera atau bahaya psikologis dengan melakukan kegiatan yang tampaknya berisiko.

Namun, menurut seorang peneliti serta penulis No Fear: Growing Up in A Risk Averse Society, Tim Gill, kehidupan anak-anak kini lebih dibatasi dibanding generasi sebelumnya, dan lebih sedikit yang mengembara sendiri.  Sejak pengasuhan beralih dari orangtua yang membebaskan, pada tahun 1990 mulailah tren pengasuhan pelindung.

Belum lagi langkah dalam melindungi anak-anak dari bahaya yang dirasakan langsung, seperti dibawa kabur orang asing bisa menyebabkan masalah di jalan. Gill mencontohkan, perlindungan seperti itu membuat kesempatan anak-anak untuk berkeliaran lebih sedikit. Alhasil, anak-anak kurang aktif dibanding zaman dulu, dan jumlah obesitas meningkat.

"Beberapa penelitian menunjukkan anak-anak yang overprotected (terlalu dilindungi) kurang tahan mental ketika menghadapi tantangan kehidupan saat mereka meninggalkan sarang," kata Gill.

Memang sebagian besar orangtua mempersilahkan anak-anak mereka keluar rumah untuk bermain sampai waktu makan malam, namun berubahnya tren pengasuhan tak bisa disalahkan sepenuhnya. Kendaraan yang kini sering berjalan dengan kecepatan tinggi, orangtua yang bekerja berjam-jam, kurangnya kepedulian dari tetangga cenderung membuat jalanan tampak kurang aman. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Anak Lebih Aktif

Anak Lebih Aktif

Pada penelitian kali ini, Brussoni dan rekan-rekan mengukur bahaya dan manfaat kegiatan berisiko dari literatur ilmiah. Ada sekitar 2.100 studi yang relevan, dan para peneliti mengidentifikasi 21 studi yang berkualitas. 

Secara keseluruhan, tidak ditemukan efek negatif dari bermain berisiko, dan sebagian besar ditemukan bukti bahwa anak-anak yang terlibat dalam petualangan "berisiko" lebih aktif, lebih percaya diri, atau lebih sehat secara psikologis. Analisis ini diterbitkan dalam Journal of Environmental Research and Public Health edisi Juni.

Tim mendefinisikan kegiatan berisiko seperti bermain di ketinggian, menggunakan alat yang berpotensi berbahaya, kegiatan dengan kecepatan tinggi, bermain dengan zat berbahaya seperti api atau air; kegiatan yang memungkinkan tersesat, dan bermain kasar dan seperti gulat atau bertengkar pura-pura.

"Ketika Anda berbicara dengan anak-anak tentang hal tersebut, itu semacam menakutkan, merasa pucu saat Anda mendorong diri sendiri sebelum Anda kehilangan kontrol, tapi itu menggembirakan," kata Brussoni.

Namun,  Brussoni mengatakan penelitian ini agak terbatas karena itu memasukkan berbagai jenis aktivitas, dan sebagian besar penelitian observasional, yang berarti para ilmuwan hanya menilai perbedaan kesehatan antara anak-anak yang terlibat dalam bermain berisiko. 

Tidak jelas persis mengapa bermain berisiko bisa baik untuk anak-anak, tetapi Brussoni memiliki beberapa teori.

Michael Ungar, seorang profesor psikologi di Universitas Dalhousie di Halifax, Kanada, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menjelaskan, studi ini hanya berlaku untuk bermain berisiko dalam batas-batas yang wajar.

Menurutnya, anak-anak yang melakukan kegiatan berisiko bisa mengelolanya dengan baik,  tapi itu berarti orangtua harus menilai tahap perkembangan anak, tingkat kematangan, dan konteks di mana drama berisiko itu terjadi.

"Membiarkan anak berjalan tidak berarti memberi mereka kekuasaan penuh untuk pergi ke mana pun atau melakukan apa pun," katanya. (Melly F)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini