Sukses

Dinas Kesehatan Papua Tolak E-Catalogue

Kepala Dinas Kesehatan Papua, Aloysius Giyai mengatakan pemberlakuan e-catalogue di Papua berkaitan erat dengan infrastruktur.

Liputan6.com, Jakarta Dinas Kesehatan Papua menolak pemberlakuan e-catalogue dalam pembelian obat dan alat kesehatan yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Salah satu alasannya karena kondisi geografis di Papua yang tak bisa disamakan dengan kondisi di Pulau Jawa atau daerah lainnya di Indonesia. 

Kepala Dinas Kesehatan Papua, Aloysius Giyai mengatakan pemberlakuan e-catalogue di Papua berkaitan erat dengan infrastruktur. Banyak ruas jalan antar kabupaten yang satu dan lainnya belum dapat ditempuh dengan jalur darat. Bahkan di beberapa kabupaten pegunungan tengah Papua, antara kabupaten yang satu dan yang lainnya harus ditempuh dengan jalur udara. 

"Banyak jalur dari ibukota kabupaten ke distrik atau kampung hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Makanya e-catalogue ini kita tolak. Bagaimana mungkin ongkos pengiriman obat untuk Papua disamakan dengan kabupaten lain di Jawa sana. Siapa yang mau kerja kalau begini?" katanya kepada wartawan, Rabu (24/6/2015). 

Lanjut Aloysius, untuk menolak pemberlakuan e-catalogue, pihaknya telah menghadap Bapenas, DPR RI dan juga Menteri Kesehatan untuk memberitahukan bahwa pemberlakuan e-catalogue tak cocok diterapkan di tanah Papua. Paling tidak menurutnya, harus ada pembagian regionalisasi. 

"Jangan samakan Papua dengan pulau lainnya. Bayangkan saja jika harga pengiriman satu tabung cairan ke Puncak Jaya atau Jayawijaya, harganya bisa enam kali lipat dari harga pengiriman di Jawa. Ga bisa harga pengiriman obat disama-ratakan. Hidup kita ini kan bersimbiosis, saling menguntungkan dan saling membutuhkan," ungkapnya. 

Untuk mengatasi hal ini, sementara waktu Kementrian Kesehatan telah mengirimkan surat keputusan kepada kepala daerah di Papua untuk menanggung biaya pengiriman obat dengan dana APBD. Nantinya, stok obat  akan dikirim ke ibukota kabupaten, setelah itu pemda setempat akan melakukan pengiriman ke lokasi penyimpanan obat, misalnya puskesmas dan pustu. 

"Cara seperti ini bisa dilakukan untuk tahun ini saja. Namun untuk tahun berikutnya, harus ada kepastian hukum yang jelas dari pemerintah, sebab saat ini banyak keluhan dari kepala dinas untuk pengiriman obat. Padahal pembelian dan pengiriman obat adalah satu paket yang dikerjakan oleh pihak ketiga," pungkas dia. (Katharina Janur)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.