Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

Fobia Mr. P, Emma Tak Bisa Lihat Pria Bercelana Ketat

Penyebab paling umum fobia penis biasanya karena penderita pernah mengalami trauma pelecehan seksual semasa kecil.

Liputan6.com, Jakarta Pada suatu sore seorang karyawan, yang sebut saja namanya Emma, menumpang bus dalam perjalanan pulang dari kantor. Saat itulah, ia berusaha mati-matian untuk melawan serangan panik. Itu semua gara-gara 'tonjolan' dari celana seorang pria.

Serangan tersebut membuat jantungnya berdetak tak teratur, perutnya terasa tak enak seperti ingin muntah, penglihatannya mulai kabur sehingga ia berusaha keras untuk tetap sadar dan mendapatkan cukup udara ke dalam paru-parunya.

Emma mengalami serangan panik karena pria muda yang duduk di depannya mengenakan celana gym pendek ketat mengkilap, dan dia bisa melihat dengan jelas lengkungan Mr. P si pria. 

Mungkin terdengar aneh, tapi jika melihat penis maka tubuh Emma bereaksi seperti ketika orang kena vertigo. Namun, itu semua akibat perempuan berusia 30 tahun tersebut mengalami phallophobia atau ketakutan mengerikan dan tidak rasional dengan penis.

Emma mulai mengalaminya sejak berusia awal 20-an. Ia menceritakannya ke situs The Debrief dengan mengatakan fobianya tersebut semakin akut dan mengambil alih hidupnya. Alhasil, fobia tersebut membuatnya tak bisa ke tempat gym, bioskop atau laut karena takut melihat penis. Tak hanya melihat, Emma juga bisa ketakutan dengan hanya mendengar tentang seks atau penis.

"Saya bahkan berhenti online karena saya khawatir tidak sengaja melihat gambar porno," kata Emma seperti dikutip Kamis (7/5/15).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Awal Mula

Cuti dan Awal Fobia

Bahkan, hal yang paling buruk Emma sampai harus ambil cuti tahunan karena ada rekan kerjanya yang mengenakan celana ketat. Ia takut 'tonjolan' dari celana itu bisa membuatnya stres.

"Jika saya mencoba mengabaikannya, saat itulah panik muncul. Sebuah serangan panik mungkin tampak seperti reaksi yang ekstrim, tapi saya sudah berjuang selama bertahun-tahun. "

Setelah serangan panik di bus, Emma memutuskan dia tidak bisa membiarkan rasa takut mengendalikan hidupnya lagi. Takut bahwa dia akan berakhir di rumah sakit jiwa, Emma memutuskan untuk mencari bantuan dari dokter.

Untuk mengatasinya, Emma melakukan terapi dan berbicara dengan hipnoterapi. Setelah tiga hingga lima tahun melakukan hipnoterapi, Emma tidak hanya bisa mengontrol fobia, tapi mulai memahami akar penyebabnya. 

"Saya pikir ketakutan ini dimulai ketika saya kehilangan keperawanan saya saat masih 21 tahun. Saya sangat pemalu dan rentan terhadap serangan panik di masa remaja saya, jadi saya terlambat secara seksual. Tapi saya sangat mencintai pacar saya - yang telah bersama saya selama satu tahun sebelum kami memutuskan untuk berhubungan seks." 

"Saya tidak takut atau cemas kehilangan keperawanan saya dengannya. Sebenarnya, saya sangat bersemangat karena sebelumnya kami tidak pernah melakukan apa-apa melebihi ciuman."

Saat waktunya tiba, Emma melakukan hubungan intim dengan kekasihnya. Tapi semua berakhir dengan trauma. Kekasihnya memiliki kelamin yang menurutnya sangat besar sehingga sangat menyakitkan dirinya.

"Saya banyak berdarah... Beberapa hari setelah itu, saya benar-benar kesakitan, seperti nyeri yang menusuk pada vagina dan rahim saya. Vagina saya sangat merah, bengkak, gatal dan tidak nyaman. 

"Ketika saya mulai merasa gatal-gatal dan demam yang serius, saya memutuskan untuk pergi ke dokter. Dokter mengatakan saya alergi terhadap air mani pacar saya dan menyarankan saya untuk mengambil beberapa antihistamin dan menggunakan kondom setiap kali kami melakukan seks."

Insiden itu membuatnya trauma dan membutuhkan lima tahun untuk menikmati seks. Meskipun Emma memaksakan diri untuk melakukannya sesekali, ia takut kondom akan pecah dan mengalami reaksi alergi lainnya. 

"Dokter saya mengatakan kepada saya bahwa tidak ada alasan menganggap saya akan memiliki reaksi yang sama dengan pria lain. Tapi gairah seks saya telah benar-benar menghilang pada saat hubungan kami berakhir dan saya pikir saat itulah ketakutan akut benar-benar dimulai," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Pria Juga

Pria juga Bisa

Trauma ini juga bisa dialami pria. Yakub, pria berusia 25 tahun pernah mengalami pelecehan seksual dari pamannya saat berusia 9 tahun.

Sepanjang kehidupan remaja dan dewasa, dia begitu trauma mengalami ketakutan akut dengan seks, khususnya takut menjadi terangsang atau ejakulasi. Dia telah membuat janji dengan dokter  dan berharap dengan terapi dan obat-obatan, ia bisa mengatasi Medorthophobia dan memiliki hubungan seksual yang normal.

"Kau tidak tahu seperti apa rasanya, benar-benar sangat menakutkan tentang apa yang kebanyakan orang anggap sebagai fungsi `normal` dari tubuh Anda sendiri. Memori saya saat pelecehan oleh paman saya itu saya melihat hal mengerikan, penis pria dewasa yang besar, ereksi. Setiap kali saya mulai ereksi, diri saya akan langsung dibawa kembali ke saat itu dan saya sangat takut tidak bisa meneruskan kehidupan normal saya sehari-hari ," katanya.

Menurutnya, ketakutannya semakin lebih buruk jika ia ejakulasi. "Jadi ketika saya mulai mimpi basah di pertengahan-remaja, saya bangun dengan kondisi bingung dan tidak bisa pergi ke sekolah. Saya mulai minum kopi sebelum saya pergi tidur sehingga saya bisa tetap terjaga sepanjang malam dan mencegah hal itu terjadi, yang berarti saya kelelahan di sekolah dan nilai saya jelek. Akhirnya saya putus sekolah."

"Saya belum bisa melakukan hubungan normal dengan siapa pun karena saya takut memberitahu ketakutan saya kepada mereka. Saya telah menemukan forum online di mana orang-orang yang menderita hal yang sama telah berbicara melalui pengobatan mereka sendiri, jadi saya sudah janji dengan dokter saya dan saya berdoa itu akan membuat perbedaan - saya tidak ingin takut dengan tubuh saya sendiri. "

4 dari 4 halaman

Arti phallophobia

Apa itu Phallophobia?

Phallophobia dan Medorthophobia merupakan takut yang luar biasa terhadap penis yang sedang ereksi. "Ini fobia yang sedikit diketahui, tapi serius karena dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya," kata seorang peneliti, Dr Ellen Hunt.

Menurutnya, fobia ini tidak seperti ketika laki-laki atau perempuan menganggap dirinya sebagai aseksual atau melihat penis tidak menarik. Phallophobia dan Medorthophobia merujuk kepada orang-orang yang mengalami teror ekstrem di pikiran, yang melihat penis (baik itu tegang atau lembek) dengan ketakutan dan dimunculkan dalam gejala mental dan kadang-kadang fisik. 

Gejala ini bervariasi dari satu penderita ke penderita lainnya, tetapi umumnya kebanyakan orang akan mengalami kecemasan umum, teror yang ekstrem ketika menghadapi jenis situasi dan kurangnya hasrat seksual. Ada berbagai alasan fobia ini berkembang, tetapi salah satu penyebab paling umum adalah karena trauma - biasanya seksual - yang terjadi selama masa kanak-kanak atau usia muda. 

"Banyak dari klien saya yang menderita fobia ini telah mengalami pelecehan seksual atau dilecehkan oleh laki-laki dewasa saat masih anak-anak, misalnya. "

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.