Sukses

Deteksi Stroke dengan 'Cuci Otak', Amankah?

Metode ini sempat menuai kontroversi karena dianggap pengobatan tetapi prosedur diagnostik untuk melihat kondisi pembuluh darah.

Liputan6.com, Jakarta Masih ingat dengan metode 'cuci otak' yang pernah dilakukan mantan Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Dahlan Iskan?. Cuci otak yang dimaksud memang bukan dalam arti sebenarnya melainkan dalam istilah medis disebut DSA (Digital Subtraction Angiography).

Metode ini sempat menuai kontroversi karena dianggap pengobatan tetapi prosedur diagnostik untuk melihat kondisi pembuluh darah. Lantas seberapa aman sebenarnya DSA?

Sebelumnya, dokter spesialis radiologi intervensi dari BethsaidaHospitals Jacub Pandelaki menerangkan, DSA merupakan pemeriksaan 'golden standard' dari pembuluh darah otak untuk melihat aliran di
pembuluh darah arteri sampai ke jaringan lalu ke vena secara langsung dan terus menerus melalui alat angiografi atau kateterisasi.

"Alat angiografi menggunakan sinar-x secara 'real time atau terus menerus' untuk memantau pembuluh darah yang diperiksa setelah disuntikkan kontras, sehingga pembuluh darah akan terlihat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk hampir semua pembuluh darah di dalam tubuh kita," kata dokter yang masih aktif mengajar di divisi Neuroradiologi dan Intervensi Radiologi, Departemen Radiologi, Universitas Indonesia itu.

Lebih singkatnya, kata Jacub, proses DSA dilakukan dengan memasukan kateter ke pembuluh darah melalui leher. Setelah itu, disuntik kontras untuk melihat jelas gambar pembuluh darah melalui X-Ray. "Prosedur ini biasanya hanya berlangsung 10-15 menit, tapi oleh yang ahli. Karena beberapa dokter bisa mengerjakan ini dalam 2 jam."

"DSA otak dapat sebagai alat diagnostik yang berfungsi untuk melihat kelainan pembuluh darah otak seperti penyempitan, sumbatan, aneurisma dan AVM pada arteri dan vena yang dapat dilanjutkan sebagai alat terapi untuk mengobati kelainan - kelainan tersebut," jelas Jacub saat saat acara Deteksi Dini Stroke di Penang Bistro, Jakarta, ditulis Jumat (10/4/2015).

Untuk persentase keberhasilan, Jacub mengatakan, diagnosa yang dilakukan dengan metode DSA mencapai 70 persen. Namun tergantung dari tingkat keparahan kasus atau besarnya sumbatan (infark).

"Dari 10 kasus sekitar 70 persen yang merasakan manfaatnya. Pasien merasa lebih enak, lebih enteng kepalanya, nyeri berkurang. Minimal kalau nggak sembuh, nyeri berkurang," katanya.

Meski demikian, Jacub tidak menampik bila prosedur ini memiliki efeksamping. "Efek samping ada tapi ringan, luka di lokasi dimasukannya selang, mual dan pusing namun tidak parah."

Jacub menambahkan, metode DSA menghabiskan biaya Rp 20-25 juta diluar dari biaya pemeriksaan MRA dan MRI.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini