Sukses

Saatnya Para Bidan Berteriak Minta Perbaikan Nasib

Mengabdi masyarakat, membantu para calon ibu melahirkan sepertinya belum cukup membuat bidan-bidan di Indonesia bisa hidup

Liputan6.com, Jakarta Mengabdi masyarakat, membantu para calon ibu melahirkan sepertinya belum cukup membuat bidan-bidan di Indonesia bisa hidup. Pengakuan dari pemerintah, itulah yang mereka harapkan.

Darmawaty (37), seorang bidan PTT (Pekerja Tidak Tetap) yang telah membantu masyarakat Desa Dauwan, Karawang, Cikampek Jawa Barat, mulai gerah dengan nasibnya. Diskriminasi dan tekanan berbagai pihak membuatnya merasa kecil.

"Yang saya rasakan selama 9 tahun menjadi PTT adalah diskriminasi. Tidak ada kepastian status kerja, gaji tidak sesuai yang hanya Rp 1.450.000 per bulan dan batas cuti melahirkan hanya 40 hari. Ini tidak manusiawi, sementara ASI ekslusif saja 6 bulan," kata dia pada wartawan di Jakarta, Rabu (25/3/2015).

Tak cukup Darmawaty saja yang mengalami beban seperti ini. Sekitar 42.000 rekan sesama bidan PTT yang lain juga memiliki nasib serupa.

"Dari 42 ribu bidan PTT, yang diputus kontraknya dan tidak boleh mengabdi lagi sekitar 6-7 ribu bidan. Padahal menurut surat Keputusan Presiden nomor 77 tahun 2000 tentang pengangkatan bidan PTT, lama masa bakti hanya 3 tahun dan boleh diperpanjang maksimal dua kali," tutur wanita berjilbab ini.

Yang jelas, kata dia, pekerjaannya telah mendarah daging sehingga dia tidak bisa melepaskan begitu saja profesi ini. "Kami tidak seperti dokter yang kalau diangkat, dia bisa pindah. Kami, bidan membaur dengan masyarakat desa."

Wanita yang bekerja di 10 Posyandu dan melayani sekitar 12 ribu jiwa ini berharap, dia dan rekan sesama PTT dapat segera diangkat dan diperbantukan di desa. Bukan tanpa alasan, menurutnya, bidanlah yang paling banyak berperan dalam menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI) di Indonesia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.