Sukses

Albert Hofmann, Peneliti yang Menemukan LSD

LSD pertama kali dibuat pada tahun 1938.

Liputan6.com, Jakarta Pengemudi Outlander, Christopher Daniel Sjarif (22)  yang menabrak sejumlah kendaraan hingga menewaskan empat orang disebutkan oleh Polda Metro mengonsumsi narkoba jenis Lysergic acid diethylamide (LSD). Tapi tahukah Anda bahwa LSD ternyata sudah ditemukan lebih dari lebih dari 70 tahun lalu oleh seorang peneliti asal Swis, Albert Hofmann.

Hofmann merupakan lulusan Zurich University yang bekerja sebagai peneliti kimia di laboratorium Sandoz di Basel, Swis. Ia pertama kali meracik LSD pada tahun 1938. Awalnya ia berharap sintesa molekul yang bernama LSD-25 ini dapat berguna untuk stimulus pernapasan. Namun baru lima tahun kemudian ia mengetahui adanya efek psikofarmakogikal dari LSD ketika ia menelannya.

Pria yang lahir 11 Januari 1906 ini menemukan sensasi yang tidak biasa saat menelannya. Dalam catatan yang dimiliki direktur laboratorium, Hofmann melaporkan merasakan kegelisahan luar biasa dengan rasa sedikit pusing. "Saat di rumah aku berbaring dalam kondisi mabuk yang tidak menyenangkan menstimulus untuk berimajinasi. Sesudah dua jam, kondisi ini menghilang," ungkap Hofmann dalam catatan tersebut seperti dikutip laman Telegraph, Kamis (22/1/2015).

Hofmann pun kembali menguji dampak LSD, pada Senin 19 April 1943 dengan menelan 0,25 mg LSD. "Empat puluh menit kemudian, Hofmann mengalami pusing, perasaan cemas, distorsi visual, gejala kelumpuhan serta keinginan untuk tertawa," seperti dikutip dalam jurnal laboratorium.

Sandoz, perusahan tempat Hofmann bekerja tertarik untuk mengkomersialkan penemuan ini dengan nama Delysid dan mulai mengirimkan sampel ke ahli kejiwaan karena memiliki potensi untuk melawan masalah psikologis. Muncul lebih dari 2000 makalah diterbitkan yang menawarkan harapan bagi kecanduan narkoba dan mental dengan LSD. Namun pada akhir 1950-an obat ini disalahgunakan menjadi 'obat rekreasi' kaum muda.

Lalu muncul sejumlah kecelakaan yang melibatkan banyak orang, lalu kematian dari gedung-gedung tinggi yang merasa orang tersebut bisa terbang terkait LSD membuat pemerintah seluruh dunia melarang LSD.  

Meskipun dilarang peredaran narkoba yang akrab disebut dengan Smile ini masih beredar hingga kini. Di kalangan pengguna di Indonesia sendiri, narkotika ini pernah booming di tahun 90an. Namun saat itu, zat LSD tersedia dalam bentuk cairan. Kini LSD jenis baru bentuknya sebesar kertas perangko yang tinggal disobek bungkusnya dan meleleh di lidah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.