Sukses

Cerita Seorang Dokter Perawat Pasiennya yang Derita Kanker

Dokter anak yang berpraktik di RS Dharmais ini tidak pernah bosan untuk memberikan edukasi

Liputan6.com, Jakarta Penolakan orangtua, depresi anak akibat penyakit kanker yang dialami anak mungkin menjadi 'makanan' sehari-hari dr. Haridini Intan S. Mahdi. Tapi dokter anak yang berpraktik di RS Dharmais ini tidak pernah bosan untuk memberikan edukasi dan dorongan semangat pada orangtua ataupun anak.

Berpraktik sejak 2008 di RS Dharmais, dokter yang mengambil spesialisasinya di Universitas Indonesia ini mengaku mendapat banyak pengalaman dan inspirasi justru dari pasien ataupun keluarganya.

"Hampir setiap pasien memiliki macam-macam masalah. Tapi belakangan ini, saya sadari bahwa ternyata tidak semua orangtua bisa memilih anak yang sakit atau sebaliknya," kata dokter kelahiran Jakarta, 21 Mei 1969 tersebut.

Menurutnya, keberhasilan pengobatan kanker tergantung pada siapa yang merawatnya. Dan secara holistik, orangtua tidak boleh dekat dan nangis di dekat anak yang terkena kanker.

"Aura sedih itu akan terbawa. Di sini Saya belajar dari orangtua lain untuk tidak menangis di depan anak supaya anak semangat untuk berobat. Endingnya selalu ke Tuhan, tapi bagaimana kita berusaha dan buat kami berusaha ikhtiar dan ikhlas itu yang bisa kita lakukan," kata dokter yang akrab dipanggil Tanti di RS Dharmais, Jakarta, Senin (19/1/2015).

Tanti mengungkapkan, penanganan pasien kanker juga perlu dilakukan secara khusus melalui bantuan psikolog. "Banyak yang depresi. Apalagi remaja. Kalau anak mungkin karena masih belum mengerti tapi banyak kasus depresi anak dan orangtua dan akhirnya ditangani psikolog disini."

"Penanganan penyakit ini kan lama dan panjang, sehingga harus ada yang menemani. Ada kasus brain tumor kebetulan non muslim, selama anaknya sakit, mereka giliran kerja. Itu mempengaruhi anak," katanya.

Kendala pengobatan kanker pada anak, kata Tanti, juga tak sedikit. Misalnya banyak keluarga yang biasanya tidak tega melihat anaknya kemoterapi. Apalagi pada anak perempuan, kemoterapi dianggap dapat membuat kebotakan rambut dan bodoh.

"Ada perdebatan pada orangtua kalau Kemoterapi itu obat bodoh sebab sel pintar juga dilahap. Maka itu, orangtua atau kakek-neneknya tidak setuju kalau anaknya kemoterapi," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hadiah untuk Suntikan


Reward untuk si kecil yang mau disuntik

Mengingat pengobatan kanker pada anak lama dan menyakitkan, Intan bercerita bagaimana RS Dharmais memiliki program anti nyeri.

"Anak ditusuk untuk disuntik itu tidak mudah. Sebelum disuntik, biasanya mereka diberi anestesi lokal. Kalau dia mau, kita kasih reward seperti stiker atau apapun. Dan Bila sampai empat kali dia mau disuntik, mau gak mau kita harus ngasi dia boneka. Itu jadi skill buat kami," ujar wanita berhijab itu.

Yang jelas, jika kendala datang dari orangtua yang tidak mau mengizinkan pengobatan maka dokter hanya bisa mengedukasi mereka. "Kalau nggak mau, kita nggak bisa paksa karena anak milik orangtua walaupun telah diedukasi. Disinilah kami ada dan belajar untuk membantu."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini