Sukses

Curhat 5 Ibu tentang Kepedihan Usai Keguguran

Keguguran menjadi pengalaman pahit bagi para wanita. Masa sulit dirasakan karena ini menjadi pengalaman yang tragis.

Liputan6.com, New York Keguguran menjadi pengalaman pahit bagi para wanita. Masa-masa sulit dirasakan ketika harus melaluinya karena ini menjadi pengalaman yang menyakitkan yang terjadi tanpa kompromi. Apalagi jika itu kehamilan yang sudah dinanti-nanti. Wajar jika seorang wanita membutuhkan waktu untuk menenangkan diri usai kehilangan calon buah hati.

Menurut Planned Parenthood, dari 10 kehamilan, satu hingga dua kehamilan berakhir dengan keguguran. Situs WomensHealthMag, Jumat (9/1/2015), menanyakan lima wanita yang bahagia dengan kehamilannya namun harus mengalami keguguran. Mereka diminta berbagi pengalaman dengan menanyakan bagaimana perasaan, tubuh, dan pandangan tentang kehamilan di masa depan:

1. Consuela dan komentar orang

Consuela P sudah dua kali keguguran. Kini ia memiliki dua anak, satu perempuan dan lelaki. Ia mengatakan, tak ada wanita yang ingin keguguran. Saat musibah itu datang, orang-orang yang bermaksud baik berusaha menenangkan dengan perkataan seperti `mungkin ada yang salah dengan bayi` atau `Kamu akan memiliki bayi lagi`, tapi tetap saja itu sulit.

"Saya tahu orang bermaksud baik, tapi komentar itu bisa menyakitkan ketika Anda berkabung dan mencoba menemukan ketenangan. Sebenarnya tak ada penjelasan yang enak di hati dan pikiran dari seorang ibu yang kehilangan anaknya," ujarnya.

Pada saat berduka itu, lanjut Consuela, ada perkataan yang dianggap membantu dirinya. "Saya merasa orang paling membantu ketika mengatakan `Saya ikut bersedih` atau `saya mendoakanmu`. Tidak perlu mencoba menjelaskan mengapa ini terjadi atau memecahkan masalah. Pengakuan yang sangat membantu," katanya.

2. Shelly N jadi takut hamil

Shelly sudah tiga kali keguguran. Alhasil, ia selalu dibuat takut keguguran saat hamil. Setiap merasakan nyeri dan gejala aneh ia mencari di Google untuk memastikan bahwa itu bukan awal dari keguguran.

"Saya menyalakan lampu setiap ke kamar mandi d tengah malam untuk memastikan tak ada darah setidaknya dalam tiga bulan. Setelah saya mulai merasakan gerakan bayi dan melewati masa rawan, kekurangan saya berkurang, tapi kehilangan bayi selalu ada dalam pikiran saya," kata Shelly yang sudah memiliki dua anak.

3. Keyonna B Malu Keguguran

Keyonna sebelumnya berpikir tak pernah bisa hamil karena sejak berusia 27 tahun didiagnosa mengalami diabetes tipe 2 dan sindrom ovarium polisiklik. Dan ketika hamil, ia tak menyangka harus kehilangan buah hati yang diharapkannya.

"Saya bahkan membuat suami saya keluar dan melakukan tes lain untuk memastikan. Sayangnya, pada saat saya melakukan tes kedua, saya mengalami bercak-bercak. Singkat cerita, di kantor dokter kandungan kami bisa melihat kantung, tapi tak ada detak jantung janin," katanya.

Saat meninggalkan dokter, Keyonna merasa kepalanya pusing dan berkembang menjadi pendarahan. "Dan saya mulai mengalami rasa sakit terburuk yang pernah saya rasakan dalam hidup saya."

Ketika musibah itu hadir, suaminya yang memberikan dukungan luar biasa untuk melaluinya. Tapi ia merasa dirinya membuat suaminya kecewa.

"Saya merasa malu mengalami keguguran. Saya merasa sebagai ibu seharusnya saya melindungi bayi saya, membawa bayi dalam waktu lama. Saya hidup dengan perasaan itu setiap hari," kata wanita yang berusaha untuk hami lagi.

4. Shelly H.F Benci Lihat Cermin

"Perut saya terus membesar dan saya masih saya morning sickness setiap hari di pagi hari. Saya benci melihat seluruh tubuh di depan kaca atau saat berpakaian. Saya tak bisa melihat cermin sampai bayi malang ini keluar. Pengujian genetika menunjukkan ini seorang gadis, jadi kami selalu menyebutnya Kamryn," kata Shelly H.F., yang kini memiliki dua orang anak lelaki dan seorang anak perempuan.

5. Natalie G.M tak sendirian

Ibu dari seorang anak ini pertama memeriksa kehamilannya saat berusia 9 minggu. Kehamilan pertamanya begitu sempurna dan tak ada yang membuatnya khawatir. Bahkan saat pemeriksaan dengan USG semua masih terlihat baik-baik saja. Sampai akhirnya terdeteksi tak ada detak jantung.

"Satu hal yang saya pikirkan saya harus memberitahu wanita lain bahwa tak ada alasan untuk merahasiakannya. Saya sering menemukan ketika kamu bercerita ke orang lain, mereka sudah melaluinya juga. Ini tak selalu membantu tapi bagus mengetahui bahwa Anda tak sendirian," katanya.


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.