Sukses

Alami Layu Otot, Kakak Adik Ini Harus Berkursi Roda

Muhammad Fahmi Husaen dan adiknya harus rela berkursi roda karena penyakit layu otot yang dialaminya.

Liputan6.com, Yogyakarta Muhammad Fahmi Husaen, siswa Kelas II SMA Muhammadiyah Pakem termasuk anak yang berbakat. Ia berhasil meraih juara Indonesia Information and Communication Technology Award (INAICTA) 2013 di kategori SMA Application Special Mention dengan judul All About Car. Namun, di balik otaknya yang encer ada duka yang dirasakan orangtua. Fahmi harus berkursi roda karena penyakit yang membuat otot-ototnya lemah.

Penyakit tersebut bernama Degenerative Muscular Dystrophy (DMD), kelayuan otot. DMD merupakan kelainan genetik yang secara bertahap melemahkan otot-otot tubuh. Ini disebabkan salah atau hilangnya informasi genetik yang mencegah tubuh membuat protein yang dibutuhkan untuk membangun dan mempertahankan otot sehat. Secara bertahap pasien akan kehilangan kemampuan untuk melakukan hal-hal seperti berjalan, duduk tegak, dan memindahkan lengan dan tangan.

Kedua orangtuanya Murtandlo dan Anik Marwati melihat ada yang berbeda dari putra sulungnya itu sejak kecil. "Sejak kecil temannya bisa lompat, anak saya kok nggak bisa loncat. Kalau temannya bisa lari kencang, kok anak saya kok nggak cepat. Lalu kita bawa ke RS Sardjito lalu Fahmi diterapi. Ini semakin lama semakin lemah lemah tapi tetap saya terapi terus," uja Murtandlo, sang ayah yang bekerja sebagai guru SMP 4 Pakem, di kediamannya, Sleman, Yogyakarta, Rabu (7/1/2015).

Penyakit tersebut tak hanya dialami Fahmi, adiknya Muhammad Fakhih Husaen (14), juga harus berkursi roda. "Gejala awal fisik kakinya keras, lalu di betisnya keras. Kekuatannya juga. Mau berdiri susah. Fahmi bisa jalan pas 18 bulan. Setelah TK pas diperiksakan Sardjito baru tahu ini punya penyakit. Terapi untuk menghambat laju penyakit bukan menyembuhkan," ujar sang ibu, Anik (45).

Menurut Anik,  dari empat anaknya hanya anak ketiga Muhammad Fatih Husaen (10) yang tidak memiliki peluang penyakit yang sama. Anak keempatnya Muhammad Faris Husaen (7) diduga juga memiliki potensi dengan penyakit yang dialami kedua kakaknya. Anik menjelaskan bahwa penyakit DMD ini bisa disembabkan karena faktor keturunan. Kakak laki-laki dari Anik juga mengalami hal yang sama.

"Kelainan gen. Kalau normal gen bisa menghasilkan dystrophin bisa melakukan kontraksi. Keturunan bisa dari ibu saya. Kakak laki laki saya kena. Awalnya kita tahunya polio tapi ternyata bukan," ujar Anik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kumpulkan Biaya

Kumpulkan Biaya Berobat


Anik dan suaminya mencari-cari tempat yang bisa menyembuhkan penyakit yang dialami ketiga putranya. Dan dari hasil pencarian itu, ada pengobatan DMD di India. Ia kemudian meminta pendapat dari dokter di RS Sardjito.

"Di India ada pengobatannya. Ternyata di sana menurut dokter di Sardjito di India masih baru tahap eksperimen. RS Mahastra India mengaku sudah menyembuhkan 350 orang. Saya ada teman yang dulu di KBRI lalu mengecek. Ya, katanya akan membantu. Nanti semua fasilitas akan dibantu pihak konsulat di India," ujarnya.

Namun, biayanya cukup tinggi bisa mencapai 9.900 dolar atau Rp 125 juta per anak. Ia pun hanya bisa berharap dari uluran tangan para donatur yang mau membantunya.

Anik menjelaskan, saat ini sudah terkumpul sumbangan dari masyarakat yang ikhlas membantu sebanyak Rp 250 juta. Sumbangan tersebut dari masyarakat, alumni sekolah tempat suami dan ia mengajar. Selain itu melalui media youtube oleh beberapa temannya. Ia pun masih membuka bantuan dari masyarakat agar dapat memberikan kesembuhananak-anaknya.

"4 Desember kan diupload di youtube sudah sebulan lalu lewat alumni alumni itu terkumpul Rp 250 juta. Tapi kalau pengobatan dua orang nggak mampu saya. Belum lain-lainnya," ujarnya.

Walaupun permintaan bantuan itu sudah sudah disebarkan melalui media Youtube, tetap saja ada yang tidak percaya dengan kondisi anaknya yang membutuhkan pengobatan. Sikap ini disikapi bijak oleh sang ayah. Ia pun tidak mempermasalahkan jika ada yang tidak berkenan dengan cara meminta donasi lewat youtube. Ia sadar keberagaman masyarakat dalam merespons kondisi yang ada.

"Sangat memaklumi dan tidak sakit hati. Wajar sekali jika banyak yang tidak percaya ketika ada labar begini. Ini risiko ketika diumumkan. Alhamdulillah banyak yang simpati dari berbagai komponen," ujar Murtandlo.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini