Sukses

Awas, Patah Hati Bikin Kerja Tak Stabil

Patah hati ditinggalkan orang yang dicintai bisa menyebabkan stres yang memengaruhi kinerja jantung.

Liputan6.com, London Hati siapa yang tidak hancur jika ditinggalkan kekasih atau pasangan, putus dari pasangan yang sangat dicintai, atau pun perceraian. Siapa sangka perasaan ditinggalkan bisa menyebabkan stres yang berpengaruh terhadap kinerja jantung.

Stres bisa membuat terjadinya kardiomiopati atau sindrom patah hati. Gejalanya mirip dengan serangan jantung namun tanpa penyumbatan arteri. Salah satu penyebab terjadinya diagnosis ini karena perasan stres emosional akut akibat kehilangan orang yang dicintai, perceraian hingga putus dari pacar.

Banyak orang yang usai ditinggalkan merasa `sembuh` dari rasa kehilangan dalam beberapa hari atau minggu. Namun hasil studi yang dilakukan oleh peneliti dari University of Aberdeen menemukan fakta bahwa untuk menyembuhkan patah hati membutuhkan waktu lebih dari empat bulan dengan efek jangka panjang.

"Banyak yang menyatakan bahwa kondisi usai patah hati bisa pulih sendiri dengan cepat. Tapi ini jelas tidak terjadi ketika kami meneliti secara lebih terperinci," tutur dosen senior di University of Aberdeen dan konsultan ahli jantung di Aberdeen Royal Infirmary dalam The Independent dilansir Senin (22/12/2014).

Para peneliti menemukan bahwa usai mengalami `sindrom patah hati`, pasien tidak mampu bekerja seoptimal biasanya. Tidak lagi mampu mengerjakan tugas beban berat bahkan tidak dapat kembali bekerja karena terjadi pembengkakan dan ketidakstabilan jantung. Hal ini menyebabkan sulit bernapas dan memompa darah.

"Hasil temuan kami menjelaskan alasan di balik pasien mengeluh sakit meskipun tidak memiliki masalah jelas dengan jantung mereka," terang Dawson.

Salah satu pasien, Michael Strachan dari Banchory, Aberdeenshire didiagonosis dengan kondisi kardiomiopati pada bulan Agustus lalu. Hal ini disebabkan karena ia stres karena harus merawat istrinya yang menderita stroke sambil bekerja penuh waktu.

"Kini saya merasa jauh lebih baik dan sedang membangun semangat saya bekerja. Saya pun senang terlibat dalam penelitian ini semoga dapat membantu mereka yang mengalami hal sama di masa depan.Untungnya istri saya sudah membaik, membuat stres saya pun menurun," terangnya.

Sindrom yang juga disebut dengan Kardiomiopati Takotsubo ini biasanya terjadi pada perempuan. Pertama kali didiagnosis di Jepang pada tahun 1990.

Dampak lain dari patah hati terutama dalam kasus kematian orang yang dicintai juga dapat melipatgandakan risiko serangan jantung. Para ilmuwan di St. George, University of London menemukan 16 orang dari 1.000 pasien di atas usia 60 tahun menderita serangan jantung maupun stroke setelah 30 hari dari kematian pasangannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.