Sukses

Menanti Gebrakan Menkes Nila Moeloek

Belum terdengar ada gebrakan yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek

Liputan6.com, Jakarta Hampir satu bulan pasca President Jokowi membentuk kabinet kerjanya, beberapa Menteri Kabinet Kerja mulai menampilkan gebrakan perubahan yang membawa harapan baru bagi rakyat Indonesia. Namun sayangnya belum terdengar ada gebrakan yang dilakukan oleh Menko bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.

Menko bidang PPM yang merupakan pengganti dari Menkokesra merupakan Ketua dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Sementara Menteri Kesehatan adalah Wakil ketua KPAN. Kedua menteri ini mempunyai tanggung jawab dan peran besar dalam mencapai tujuan menahan dan membalikan laju epidemi HIV di Indonesia.

Epidemi HIV di Indonesia sendiri berjalan terus meningkat dan memprihatinkan. Berdasarkan laporan triwulan kedua 2014 Kementerian Kesehatan, mulai dari Januari sampai dengan Juni 2014 dilaporkan ada 15.534 kasus HIV baru dan 1.700 kasus lainnya sudah dalam stadium AIDS. Dari total 142.961 orang yang dilaporkan terinfeksi HIV secara kumulatif, baru 30,5% (43.677 orang) yang menerima terapi obat ARV. Obat ARV adalah satu-satunya obat yang digunakan bagi terapi HIV sehingga virus di dalam tubuh bisa ditekan sampai tidak terdeteksi dan pengidap HIV (ODHA) bisa tetap sehat dan terhindar dari kematian.

Dikaitkan dengan indikator MDGs untuk HIV dan AIDS, data SDKI 2012 (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) mengatakan bahwa persentase penduduk 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif HIV dan AIDS masih merah karena baru sebesar 10.8%. Laporan yang sama juga mengatakan bahwa televisi, koran dan radio menjadi sumber utama bagi masyarakat mengetahui tentang HIV dan AIDS.

Sampai dengan tahun 2013, data National AIDS Spending Assesment (NASA) mengatakan bahwa pembelanjaan program penanggulangan AIDS itu 57% masih bergantung pada dana bantuan dari luar negeri. Dari pembelanjaan dana domestik, alokasi banyak digunakan untuk pembelian obat ARV. Komponen pembelian obat ARV menyerap dana cukup besar dikarenakan harga obat ARV produksi lokal diketahui 300-700% lebih mahal daripada ARV generik import.

“Di peringatan Emas Hari Kesehatan Nasional ini, kami ingin sekali mendengar visi dan gebrakan dari Ibu Menteri PPM dan Menkes dalam menghadapi epidemi HIV di Indonesia”, kata Aditya Wardhana, Executive Director dari LSM Indonesia AIDS Coalition (IAC).

Menurut IAC, ada beberapa hal yang perlu dilakukan segera diantaranya; Pertama, integrasikan komponen pembiayaan layanan pengobatan bagi ODHA dalam JKN sehingga memutus mata rantai ketergantungan akan bantuan luar negeri dan mendukung keberlangsungan pengobatan ODHA. Yang kedua adalah tata ulang regulasi obat-obatan dan alat kesehatan Indonesia sehingga rakyat bisa mendapatkan obat dan layanan yang berkualitas dengan harga murah. Aditya menambahkan, “Banyak komponen dari obat dan alat kesehatan yang masih dikenakan pajak barang mewah. Ini kurang tepat. Untuk kesehatan kok barang mewah!”.

Hal lain sebagai poin ketiga yang perlu dilakukan adalah, melakukan koordinasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika agar mengeluarkan kebijakan sehingga televisi dan koran memberikan slot khusus bagi informasi edukasi HIV dan AIDS. “Belajar dari kesuksesan Thailand dalam mengendalikan HIV di negaranya, di awal epidemi HIV merebak mereka membuat iklan layanan masyarakat mengenai HIV dan AIDS di 488 stasiun radio dan 6 jaringan televisi setiap jamnya. Hal ini ditambah dengan peningkatan anggaran, menjadikan Thailand menjadi salah satu negara yang menjadi percontohan dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Edukasi masyarakat adalah kuncinya” kata Aditya.

Point ke empat, Kemenkes juga perlu memastikan ketersediaan layanan HIV dan AIDS yang berkualitas itu mampu mencukupi di setiap pelosok Indonesia dan menjangkau siapapun yang membutuhkan. Layanan harus didorong agar memperlakukan pasien tanpa perlakuan membeda-bedakan.

Hal terakhir yang perlu dilakukan adalah menghilangkan diskriminasi kepada ODHA di lapangan pekerjaan dan akses layanan publik lainnya. “Masih sering kami temui ODHA dipecat karena status HIV-nya. Asuransi komersial juga langsung menolak klaim jika tahu status HIV. Anak dengan HIV di keluarkan dari sekolah. Obat ARV mampu membuat ODHA hidup sehat lebih lama. Jangan sampai ODHA selamat dari HIV namun mati dikarenakan kemiskinan akibat diskriminasi kepada mereka.”

Di peringatan emas Hari Kesehatan Nasional, pengidap HIV meminta pemerintahan Kabinet Kerja mampu mewujudkan penanggulangan HIV dan AIDS yang komprehensif, mandiri, berkualitas dan tidak mendiskriminasi ODHA.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini