Sukses

Singapura Pertahankan UU yang Pidanakan Seks Kaum Gay

Pengadilan banding Singapura pada Rabu lalu memutuskan bahwa undang-undang yang memidanakan aktivitas seksual antarlelaki telah sesuai

Liputan6.com, Jakarta Pengadilan banding Singapura pada Rabu lalu memutuskan bahwa undang-undang yang memidanakan aktivitas seksual antarlelaki telah sesuai dengan konstitusi negara kota itu, dan menolak dua banding terpisah yang diajukan tiga lelaki yang menilai aturan itu melanggar hak asasi mereka.

Keputusan pengadilan itu diambil saat isu mengenai hak kaum gay semakin mengganggu masyarakat Singapura yang bersifat konservatif.

Terapis urut Tan Eng Hong serta pasangan gay Lim Meng Suang dan Kenneth Chee Mun-Leo mengajukan tuntutan pembatalan undang-undang yang memerintahkan hukuman penjara hingga dua tahun bagi lelaki yang terbukti terlibat dalam aktivitas "tidak senonoh" di tempat publik maupun pribadi.

Mereka mengatakan hukum itu melanggar hak mereka atas ksetaraan, kebebasan hidup dan pribadi berdasar konstitusi Singapura, klaim yang ditolak oleh pengadilan.

"Meski kami paham perasaan pribadi pihak yang mengajukan banding, tidak ada yang bisa dilakukan pengadilan untuk membantu mereka. Penyelesaian untuk mereka berada di tangan legislatif," demikian keputusan tersebut yang dibacakan oleh hakim Pengadilan Banding Andrew Phang Boon Leong.

Pengadilan mengatakan, UU yang dikenal dengan hukum pidana Section 377A lolos uji untuk menentukan apakah UU tersebut sejalan dengan hak kesetaraan dalam konstitusi.

Tan ditahan karena melakukan seks oral dengan lelaki lain dalam sebuah toilet umum pada 2010. Ia dan pasangannya awalnya hanya didakwa dengan Section 337A namun kemudian jaksa menggantinya dengan UU yang berbeda. Sementara Lim dan Chee sudah berhubungan selama 15 tahun.

Aksi tahunan terkait hak kaum gay pada 2014 menarik massa dalam jumlah terbesar disamping perlawanan dari kelompok agama. Sementara larangan penggambaran karakter homoseksual dalam komik dan buku anak-anak memicu gelombang protes.

Keputusan pengadilan itu merupakan langkah mundur bagi hak asasi manusia di Singapura, kata M Ravi, pengacara hak asasi manusia yang bertindak sebagai kuasa hukum Tan dalam kasus tersebut.

"Tampak bahwa hukum yang absurd dan diskriminatif ini memidanakan aspek utama dalam identitas individu, dalam kasus ini, lelaki homoseksual," katanya dalam sebuah pernyataan.

Meski demikian, hukum tersebut tidak memasukkan aktivitas seksual di antara lesbian.

"Perlakuan tidak imbang dalam hukum ini didasarkan pada kebencian demi kebencian, dan diskriminasi demi diskriminasi, tidak ada yang lain," imbuh Ravi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini