Sukses

Rekam Jejak Palang Merah Indonesia

Liputan6.com, Jakarta Masih ingat dengan Bapak Palang Merah Dunia? Ya, Jean Henry Dunant. Pria yang lahir pada 8 Mei, 1828 di Geneva, Switzerland ini merupakan pengusaha yang juga aktivis sosial yang terkenal di zamannya.

Bermula dari rasa ibanya ketika menyaksikan pertempuran sengit antara Austria dan Prancis di Solferino, sebuah kota kecil di Italia utara. Ketika itu, tepatnya pada 1859, 40.000 tentara tewas dan luka-luka tanpa ada yang memberi pertolongan. Merasa tergerak, dia berinisiatif dan menggerakan penduduk setempat untuk menolong penduduk yang terluka.

Mengutip situs Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Rabu (17/9/2014), pada 1862, Henry Dunant menerbitkan sebuah buku berjudul A Memory of Solferino (Kenangan dari Solferino). Saat itu, ia mengusulkan agar pemerintah mendirikan organisasi relawan bantuan kemanusiaan untuk merawat korban luka pada waktu terjadi perang dan para relawan tersebut diberi perlindungan melalui perjanjian internasional.

Perjuangan Henry membuahkan hasil pada 1863, Henry Dunant bersama 5 orang rekannya mendirikan Komite Lima, yang kemudian diubah menjadi Komite Internasional Pertolongan Korban Luka dan akhirnya menjadi International Committee of the Red Cross atau ICRC (Komite Internasional Palang Merah). Komite ini rutin mengadakan Konferensi Internasional yang mengadopsi lambang palang merah di atas dasar putih. Perhimpunan Nasional pertama berdiri di Jerman.

Setahun berikutnya, pada 1864, Pemerintah Swiss mengadakan konferensi diplomatik resmi yang dihadiri 16 negara. Duabelas dari 16 negara peserta konferensi menandatangani Konvensi Jenewa pertama yang berisi 10 pasal.

Tahun ke tahun, ICRC semakin berkembang. Antara 1914 – 1918 setelah pecahnya Perang Dunia I, ICRC mendirikan Badan Tawanan Perang Internasional (International Prisoners-of-War [POW] Agency). Tahun 1917, ICRC mendapat Hadiah Nobel Perdamaian sebagai apresiasi atas kerjanya selama PD I, satu-satunya Hadiah Nobel Perdamaian yang diberikan pada periode 1914-1918. Sebelumnya, Henry Dunant juga mendapat Hadiah Nobel Perdamaian pertama di tahun 1901.

Setelah membantu banyak di Perang Dunia I, selanjutnya Peran Dunia  II yang berkisar pada 1939 – 1945, ICRC kembali mengatur bantuan kemanusiaan bagi penduduk sipil, dan mengatur pertukaran Berita Palang Merah (RCM). ICRC kembali mendapat Hadiah Nobel Perdamaian di tahun 1944.

Sejarah Palang Merah Indonesia

Nah, berdirinya Palang Merah di Indonesia  ini sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873. Kala itu, Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indie (NERKAI) yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.

Situs PMI melaporkan, perjuangan mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan tersebut dipelopori Dr. R. C. L. Senduk dan Dr. Bahder Djohan dengan membuat rancangan pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang Konferensi Narkai pada 1940, akan tetapi ditolak mentah-mentah.

Rancangan tersebut kemudian disimpan menunggu saat yang tepat. Seperti tak kenal menyerah pada saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang kedua kalinya rancangan tersebut kembali disimpan.

Proses pembentukan PMI dimulai 3 September 1945. Saat itu Presiden Soekarno memerintahkan Dr. Boentaran (Menteri Kesehatan RI Kabinet I) agar membentuk suatu badan Palang Merah Nasional. Dibantu panitia lima orang yang terdiri dari Dr. R. Mochtar sebagai KetuaDr. Bahder Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu Dr. R. M. Djoehana Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala, Dr Boentaran mempersiapkan terbentuknya Palang Merah Indonesia.

Pada 17 September 1945, PMI lahir dan kemudian melantik Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta sebagai Ketua PMI. Sejak itu pula, Bung Hatta di angkat menjadi Bapak PMI.

Pasca pembentukan, PMI mulali merintis kegiatannya dengan memberi bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Indonesia dan pengembalian tawanan perang Sekutu maupun Jepang.

Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.

Sebagai perhimpunan nasional yang sah, PMI berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No 25 tahun 1950 dan dikukuhkan kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan Presiden No 246 tahun 1963.

Lambang Palang Merah (Red Cross) untuk Indonesia

Penggunaan lambang Palang Merah memiliki sejarah yang menarik. Karena lambang ini diatur dalam Perjanjian Internasional, Konvensi Genewa pada 1949. Ketika itu, lambang ini diperuntukkan bagi mereka relawan yang memberikan perlindungan bagi anggota militer yang terluka dan sakit.

Namun pada 1863, negara yang ikut dalam Konvensi Genewa menilai perlu ada lambang khusus untuk menjaga kenetralan dan jaminan perlindungan mereka yang ada di medan perang.

Untuk menghormati Tuan Rumah, Swiss, semua negara sepakat untuk menggunakan lambang Palang Merah diatas dasar warna putih yang diambil dari warna kebalikan bendera Swiss.

Namun pada 1876, saat Perang Balkan, Kerajaan Ottoman, Turki mengajukan lambang lain lain untuk kesatuan medis tentara kerajaan, berupa bulan sabit merah diatas dasar putih. Permintaan dikabulkan dan Turki mengubah lambang tanda pengenal dan pelindung bagi kesatuan medis militernya.

Kontroversi lambang Palang Merah dan Bulan Sabit terus diprovokasi dan menjadi perdebatan banyak negara. Banyak yang menilai, kedua lambang ini merupakan simbol Kristen dan Islam. Padahal, lambang ini tidak ada kaitannya dengan agama.

Hingga pada 2005, muncullah lambang Kristal merah yang memiliki status dan fungsi yang sama dengan dengan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Lambang ini menjadi penutup bagi menegara-negara yang mengusulkan penggunaan lambang lain bagi kesatuan medis militer.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.