Sukses

Apa Pentingnya Asuransi Kesehatan untuk Keluarga?

Asuransi kesehatan berguna untuk melindungi keluarga dari penyakit-penyakit yang tidak bisa diduga.

Liputan6.com, Jakarta Membahas pentingnya asuransi kesehatan yang belum genap setahun di Indonesia, tahukah Anda kalau sesungguhnya, Pemerintah Indonesia telah mencoba memperkenalkan prinsip asuransi sejak tahun 1947, dua tahun setelah Indonesia merdeka. Bahkan penggagasnya, Menteri Kesehatan pertama, Prof. Dr. Gerrit Agustinus Siwabessy merasa sudah lama ingin mensejahterakan masyarakat melalui asuransi kesehatan agar mereka dapat melindungi keluarga dari penyakit-penyakit yang tidak bisa diduga.

Siwabessy pernah bercerita, ketika ia mendapatkan kesempatan sekolah di London, Inggris, ia sama sekali tidak pernah merasa kesulitan saat sakit. Semua biaya kesehatan dirinya dan keluarga ditanggung satu badan khusus yang disebut National Health Service (NHS). Jaminan kesehatan ini didanai dan dikelola oleh pemerintah secara nasional namun sifat pengelolaanya sebagian dibiayai dari kontribusi wajib dari tenaga kerja dan pemberi kerja. Jadi tidak heran, potongan gaji dan pajak di Inggris sangat tinggi.

Disana, ia melihat, semua pelayanan kesehatan juga sangat mudah dan dijamin negara sehingga tidak peduli orang miskin atau kaya, orang Inggris atau orang asing, semua mendapatkan fasilitas kesehatan yang sama. Belajar darisitu, Siwabessy mulai mempelajari sistem kesejahteraan di Inggris. Ide inilah yang ia kembangkan dengan Asuransi Kesehatan (Askes) yang kini berkembang menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Inilah yang melatarbelakangi pemerintah juga membangun sistem kesehatan yang mumpuni agar masyarakat Indonesia mendapatkan jaminan kesehatan seperti yang telah diterapkan di luar negeri.

Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Supriyantoro pernah memaparkan bahwa JKN memiliki banyak sekali keuntungan. Bayangkan saja, dulu tiap kita ingin memeriksakan diri karena merasa demam atau flu, kita harus mengantre di rumah sakit dan membayar seluruh biaya administrasi, biaya dokter dan obat yang mahal dan belum tentu sama di tiap rumah sakit.

“Setiap saat kita sangat berpotensi mengalami risiko antara lain, sakit berat, menjadi tua dan pensiun, tidak ada pendapatan sedangkan masa hidup bisa panjang. Sementara penghasilan anak atau keluarga juga tidak cukup,” kata Supriyantoro, seperti ditulis Rabu (3/9/2014).

Yang jadi masalah, kata Supriyantoro, pada umumnya masyarakat Indonesia masih berpikir praktis atau cenderung berpikir jangka pendek. Tidak ada persiapan menabung untuk menanggulangi penyakit yang datang tiba-tiba. Mindset inilah yang ingin diubah agar masyarakat tidak lagi dibebankan oleh mahalnya biaya rumah sakit yang belum tentu kualitasnya baik.

Supriyantoro menjelaskan, ada keuntungan bagi setiap keluarga yang masuk JKN, seperti:

1. Mendapatkan jaminan kesehatan tak berbatas (termasuk risiko sakit berat seperti operasi jantung, kanker, tua, pensiun, pemutusan kontrak kerja (PHK) dan sebagainya. Manfaat JKN mencakup pelayanan pencegahan dan pengobatan termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Seperti misalnya untuk pelayanan pencegahan (promotif dan preventif), peserta JKN akan mendapatkan pelayanan:

a. Penyuluhan kesehatan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri pertusis tetanus dan Hepatitis B (DPT-HB), Polio dan Campak.

c. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi

d. Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

e. Operasi dan penanganan penyakit kanker, bedah jantung, hingga dialisis (gagal ginjal).

2. Mendapatkan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan manfaat komperhensif. Artinya, setiap orang berhak mendapat informasi dari setiap dokter di layanan primer seperti puskesmas atau klinik terdekat yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan mulai dari upaya pencegahan sampai pengobatan sesuai kebutuhan medis.

3. Tidak berorientasi pada keuntungan seperti layaknya asuransi komersial. Sistem yang dibangun dalam JKN bersifat gotong royong yang artinya saling membantu sama lain.

Seperti diketahui, asuransi komersial mewajibkan peserta membayar premi tiap bulan tergantung risiko penyakit dan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan JKN, jauh lebih efektif. Karena dengan membayar premi, seluruh penyakit akan ditanggung oleh BPJS tanpa harus memikirkan usia atau beban penyakit.

Jika tidak mampu, jaminan kesehatan masyarakat miskin juga telah diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI). Saat ini, Kementerian Sosial masih menetapkan 86,4 juta jiwa masyarakat miskin terdaftar dan akan ditanggung preminya oleh pemerintah.

Bagaimana jika ada keluarga dekat yang tidak mampu dan tidak masuk dalam kategori PBI? Menurut Kepala Departemen Hubungan Masyarakat BPJS, Irfan Humaidi, hal ini tergantung kebijakan rumah sakit. Kalau ada orang miskin diluar 86,4 juta jiwa itu sakit, dia masih bisa daftar menjadi peserta BPJS. Atau kalau tidak mampu bayar, ia bisa melaporkan keberadaannya pada Pemda (Pemerintah Daerah) setempat. Sehingga ia tetap bisa mendapat layanan kesehatan.

Irfan mengatakan, di DKI Jakarta misalnya, Pemda telah menerapkan kartu KJS (Kartu Jakarta Sehat) sehingga penduduk Jakarta bisa mendapatkan manfaat tambahan, begitu pula di  Aceh.

"Jadi kalau ada orang yang mendadak miskin akibat bangkrut dan sebagainya, bisa mendatangi dan mendaftarkan dirinya ke kantor Pemda setempat. Nanti akan diperiksa kebenarannya apakah ia benar-benar miskin secara administrasi oleh Kementerian Sosial,” katanya seperti ditulis Kamis (4/9/2014).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menjamin tiga anak

Tak cukup sampai disitu, manfaat JKN juga membantu keluarga yang memiliki anak lebih dari dua. Meski pernah mendapat tentangan dari sejumlah pakar kesehatan karena dianggap tidak mendukung program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), anak dua cukup. Tapi program JKN dinilai tidak bertentangan dengan program KB.

Seperti disampaikan Wakil Menteri Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti bahwa keliru jika masyarakat beranggapan bahwa JKN bertentangan dengan BKKBN lantaran tiga anak yang ditanggung dalam BPJS Kesehatan sudah mempertimbangkan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) di Indonesia yaitu 2,6, atau rata-rata perempuan memiliki lebih dari 2 anak.

“Kita melihat realitas bahwa setiap keluarga rata-rata memiliki anak lebih dari dua, dan semua berhak mendapatkan jaminan kesehatan,” kata Ghufron seusai menghadiri konferensi nasional yang bertemakan penyiapan SDM yang berdaya saing melalui pembangunan berwawasan kependudukan, yang diselenggarakan BKKBN bekerjasama dengan Forum Parlemen dan Kaukus Kesehatan DPR, di Jakarta.

Keuntungan lain, JKN menanggung anggota keluarga pekerja penerima upah atau yang kita sebut sebagai pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, Polri, pejabat Negara, pegawai pemerintah dan non pegawai negeri, dan karyawan swasta atau buruh.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah, meliputi:

1. Istri atau suami yang sah dari peserta

2. Anak kandung, anak tiri atau anak angkat yang sah dari peserta dengan kriteria, tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendir

3. Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yag masih mleanjutkan pendidikan formal.

 

3 dari 4 halaman

Sistem pelayanan kesehatan berjenjang

Setelah mengetahui manfaat JKN, lantas bagaimana persyaratan dan mekanisme pelayanan kesehatannya?

Direktur Pelayanan PT Askes Fadjriadinur menjelaskan pada wartawan, menjadi peserta JKN tidak perlu pusing. Karena peserta bisa mendaftar peserta melalui situs bpjs-kesehatan.go id atau datang ke kantor BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kemudian melakukan hal berikut:

1. Melakukan pendaftaran

Peserta perorangan bisa langsung datang ke kantor BPJS dan langsung membayar premi awal yang disepakati. "Secara perorangan, kalau mereka sudah mendaftar, mereka membayar, nanti mereka dapat virtual account. Itu adalah kode bank yang mengharuskan mereka bayar sesuai kode itu," kata Fadjri.

2. Membayar premi

Setelah mendaftar, kata dia, pembayaran bisa dilakukan melalui ATM atau langsung ke banknya. "Ada tiga bank yang bisa menerima pembayaran, yaitu BRI, BNI dan Mandiri. Seperti kartu kredit, begitu digunakan baru aktif. Sama, nanti kalau sudah dibayar, otomatis JKN aktif dan peserta  akan mendapat kartu BPJS kesehatan.

"Bila sudah aktif menjadi peserta, ia menyampaikan bahwa nantinya alur pelayanan menggunakan pola rujukan berjenjang yang dimulai dari sistem layanan primer hingga tersier.

“Pelayanan kesehatan berjenjang itu merupakan pelayanan kesehatan menggunakan pola rujukan berjenjang. Layanan ini dimulai dari yang primer hingga tersier. Layanan primer terdiri atas puskemas, klinik dokter pribadi serta klinik pratama (klinik swasta). Jadi nanti setiap orang mulai berobat dari sistem layanan primer dahulu sehingga menghindari penumpukkan di satu rumah sakit," kata Fadjri.

"Mereka yang berobat, akan diarahkan ke sana (pelayanan primer) dulu. Tidak perlu khawatir dengan masalah pelayanan. Nanti IDI membuat pelayanan terpadu untuk diagnosa apa saja yang harus diselesaikan di pelayanan primer. Sementara ini baru 144 penyakit yang bisa ditindaklanjuti di pelayanan primer," jelas Fadjri. 

Bila pasien memiliki keluhan lain di luar 144 macam penyakit, pasien akan dirujuk ke pelayanan sekunder. Namun, khusus untuk kondisi gawat darurat pola ini akan dikecualikan.

"Kecuali gawat darurat, pasien bisa dibawa ke rumah sakit terdekat tanpa rujukan. Yang dimaksud gawat darurat adalah kondisi yang menyebabkan kecacatan, kematian seperti tabrakan dan sebagainya. Itu bisa dibawa ke rumah sakit," ungkapnya.

Fadjri menyampaikan, dengan sistem pelayanan berjenjang ini, diharapkan masyarakat tidak lagi menumpuk di rumah sakit seperti di RSCM (Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo) karena semua pelayanan akan sama dari primer hingga tersier. Dengan mengikuti alur tersebut, setiap keluarga, akan dapat dijamin kesehatannya oleh Negara.


4 dari 4 halaman

Tanggapan positif peserta JKN

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pernah menyampaikan, di bulan ke 11 pemberlakuan JKN ini minat masyarakat terhadap kepersertaan semakin tinggi. Dan yang membuatnya senang, keluhan juga sudah mulai berkurang.

Coba saja simak penelusuran Liputan6.com yang menemui sejumlah warga yang merasa terbantu dengan adanya JKN.

1. Ch (54)

Perempuan asal Cilacap, Jawa Tengah yang baru-baru ini berobat menggunakan JKN, ia merasakan kelancaran saat berobat karena sakit saraf yang menimpanya.

"Seminggu lalu saya memberanikan diri menggunakan layanan JKN dan memeriksakan diri ke dokter yang ditunjuk BPJS di Cilacap karena sering pingsan dan mudah sesak nafas. Ternyata harus dirujuk ke dokter saraf," katanya.

Menurut dokter, saraf terjepit dan penyempitan pembuluh darah akibat kecelakaan empat tahun lalu sehingga ia harus diopname dan dirawat di RSUD Cilacap. Akhirnya ia ditempatkan di kelas VIP meski JKN yang digunakan menggunakan jalur mandiri untuk fasilitas kelas I.

"Dari tagihan pembayaran lebih dari empat juta rupiah, ia hanya perlu membayar RP 480.000 untuk membayar biaya kamar di kelas VIP," katanya.

Usai opname, ia kembalu dianjurkan untuk melakukan MRI di RS Purwokerto untuk mengetahui lebih detail apa yang terjadi pada sarafnya.

"Hingga sekarang, pengobatan rawat jalan berlangsung saya belum mengalami kendala apa-apa. Pendaftaran lancar, obat yang diberikan gratis dan pelayanan dokter maupun staf rumah sakit baik," jelasnya saat dihubungi wartawan.

2.  Choin (38)

Karyawan swasta yang belum lama ini merasakan manfaat JKN karena istrinya melahirkan. Ia merasa, BPJS sangat membantu persalinan istrinya. Sayangnya, menurutnya beberapa hal perlu dibenahi seperti antrean yang dilakukan di beberapa tempat dan kecendrungan pelayanan yang lama.

"Bagus si, cuma bayar premi tapi semua ditanggung. Tapi nggak mudah, kebanyakan ngatri. Di pendaftaran, di Poli. Jadi layanannya lama bisa seharian. Udah gitu, kalau sudah ke satu poli, baru besok boleh ke poli lainnya. Seperti misalnya ni, istri saya kan periksa ke poli kebidanan. Karena dia ada komplikasi, jadi baru bisa diurus ke poli lain itu besoknya. Nggak bisa sekaligus gitu," kata Choin saat ditemui Liputan6.com di RS Budhi Asih.

3. Abe (20)

Ditemui di RS Budhi Asih, Jakarta, pria asli betawi ini mengaku telah ikut menjadi peserta BPJS Kesehatan sejak bulan Mei lalu. Ia juga turut menjadi penanggung bagi istrinya dengan program kelas III yang membayar iuran Rp 25.500 per orang per bulan.

"Cukup membantu, tapi pelayanannya lama tidak seperti mereka yang bayar lebih mahal. Istri saya kaya dianggurin (dibiarkan). Setelah kita mengeluh baru diurusin. Tapi katanya obat semua ditanggung," tukasnya.

Walaupun belum semua keluhan masyarakat terselesaikan, tapi menurut Ketua Dewan Jaminan Sosial (DJSN) Chazali Situmorang ada dua hal sebenarnya yang paling penting untuk segera dibenahi baik oleh pemerintah dan BPJS itu sendiri.

"Dari sisi provider, masalah peserta harus segera dibenahi. Seperti misalnya masalah cakupan. Baik dari tinggat pendidik dan Rumah Sakit. Sedangkan sisi lainnya dari segi pemerintah, peserta JKN kita harapkan ada kepastian apakah dia masuk PBI atau Non PBI. Itu harus jelas. Jangan sampai mereka nggak dapat pelayanan. Dua hal ini perlu segera ditinjaklanjuti," kata Chazali.

Mengingatkan kembali, setidaknya saat ini peserta JKN telah melebihi target yakni 124 juta jiwa. Dan seluruh penduduk Indonesia akan tercover JKN pada 2019.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini