Sukses

Cara Deteksi Gangguan Bipolar pada Seseorang

Kejujuran pasien dan orang terdekat pasien menjawab pertanyaan membantu psikiater menentukan diagnosis gangguan jiwa bipolar disorder.

Liputan6.com, Jakarta Dalam bincang-bincang Marshanda bersama Alvin Adam dalam program televisi "Just Alvin" episode The Real Me di Metro TV, (10/8/2014) Marshanda menyatakan mengalami gangguan jiwa bernama bipolar disorder tipe 2.

"Kata dokter Richard saya menderita bipolar disorder tipe 2. Tapi waktu itu saya heran, karena pemeriksaannya tanpa tes apapun. Gak ada brain scan, gak ada tes apa. Jadi ketemu dan kita ngobrol. Terus ada prescription-nya," terang mantan bintang sinetron Bidadari kepada Alvin dalam "Just Alvin".

Lalu apakah hanya dengan mengobrol antara psikiater dan pasien sudah bisa mendiagnosa seseorang mengalami gangguan jiwa yang bersifat episodik berupa bahagia dan depresi yang ekstrim ini?

Liputan6.com berkesempatan bertanya kepada Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI) dokter Danardi Sosrosumihardjo, SpKJ (K) pada Senin (11/8/2014). Ia menyatakan, psikiater butuh wawancara panjang untuk mengetahui adanya gangguan kestabilan emosi jiwa pasien mulai dari riwayat hidup sejak kecil, anak-anak, remaja.

"Seorang dokter harus punya data medis riwayat jangka panjang pasien. Psikiater mewawancarai bagaimana kehidupannya sejak kecil. Adakah riwayat gejala depresi atau manik  semasa hidupnya. Karena jika saat diwawancarai kondisinya sedang dalam normal sulit untuk diketahui," terang dokter Danardi.

"Sama seperti penyakit epilepsi, jika ia tidak kejang-kejang kita tidak tahu ia sakit epilepsi atau tidak. Oleh karena itu dengan menanyakan riwayat jangka panjang baru ketahuan," tambahnya.

Obrolan yang dilakukan antara psikiater dan pasien juga bukan sekadar obrolan biasa. "Wawancara psikiater dengan pasien gangguan jiwa itu ada tekniknya dan seorang dokter spesialis kejiwaan butuh waktu empat tahun untuk memelajari hal ini," tambah dokter Andri, SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera saat dihubungi Liputan6.com (11/8/2014).

Kejujuran pasien juga dibutuhkan saat menjawab pertanyaan-pertanyaan psikiater. "Kalau tidak jujur bisa saja psikiater keliru mendiagnosis," terang dokter Danardi.

Selain bertanya pada pasien, dokter juga mengumpulkan data dari orang-orang terdekat pasien untuk melengkapi data medis riwayat jangka panjang agar diketahui ada tidaknya ketidakstabilan emosi baik manik atau depresi.

"Cukup dengan wawancara, dokter sudah bisa mendiagnosis," jelas dokter Danardi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.