Sukses

Jelang AFTA, Tenaga Kesehatan Kurang, Apa Langkah Pemerintah?

masalah distribusi kesehatan masih menjadi isu global.

Liputan6.com, Jakarta Dalam diskusi global dunia, High Level Prepatory Meeting (HLPM) yang berlangsung di New Delhi pekan lalu, Wakil Kementerian Kesehatan Ali Gufron Mukti mengungkapkan masalah distribusi kesehatan masih menjadi isu global. Pasalnya, tenaga kesehatan di dunia juga belum merata.

Khususnya di Indonesia, kata Wamenkes, tenaga kesehatan harus memiliki standar kompetensi yang baik agar dapat bersaing di era ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 2015.

"Di Indonesia, ada yang disebut Kerangka Kompetensi Nasional Indonesia (KKNI). Ini adalah ukuran klasifikasi mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi dengan skala 1-10. 1 itu nggak bisa bekerja hanya bisa diperintah. Kelas 3 itu dia harus punya inovasi. Sarjana kelas 6. Dokter yang sampai sekarang masih diperdebatkan. Mereka kan sekolah 6 tahun, tapi para ahli menyebut mereka masuk kelas 7 atau 8. Dengan klasifikasi itu, kita bisa menyaring tenaga kesehatan yang sanggup berkompetensi di AFTA," kata Wamenkes saat temu media di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta (22/7/2014).

Tapi tak cukup sampai disitu, menurut Wamenkes, uji kompetensi  tenaga kesehatan juga tergantung dari kesepakatan suatu negara yang mencakup kesejahteraan dokter atau perawat.

"Indonesia juga memiliki standar uji kompetensi yang tidak kalah dengan negara lain. Hanya saja ada antisipasi terhadap 4 bidang yang paling diminati tenaga asing yakni pemberi layanan, pendidikan dan pelatihan serta bakti sosial," ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini