Sukses

Cerita Para Mantan Pecandu Rokok

Sadar bahwa merokok membahayakan diri sendiri dan sekitarnya, beberapa orang di bawah ini telah berhasil keluar dari belenggu barang haram

Liputan6.com, Jakarta Penghujung bulan Mei dipilih Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Dengan adanya hari `spesial` ini, WHO berharap para perokok aktif mampu menghentikan kebiasaannya dan sadar bahwa merokok akan berdampak buruk pada kesehatannya di masa datang.

Sebab, penyakit yang diakibatkan oleh rokok tidak akan dirasakan secara langsung, melainkan nanti, di waktu yang tidak terduga. Parahnya, dampak buruk dari merokok tidak hanya akan dirasakan oleh si perokok aktif saja, termasuk juga mereka yang tergolong perokok pasif.

Sadar bahwa merokok membahayakan diri sendiri dan sekitarnya, beberapa orang di bawah ini telah berhasil keluar dari belenggu rokok. Awalnya mereka mengaku susah untuk menghentikannya. Tapi, dengan semangat dan dukungan kuat dari sekitar, mereka kini hidup tanpa tembakau.

1. Suprie (27 tahun)

Pria berkacamata ini telah mengenal rokok sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tepatnya, saat ia duduk di kelas 2 atau 3 SMP pada tahun 1997/1998. Awal `terjun` sebagai perokok, diakui Suprie karena coba-coba. Saat itu, ia merasa derajat kekerenannya akan naik sekian persen bila merokok.

Ia mengaku, dalam sehari mampu menghabiskan 1,5 bungkus rokok atau 20 batang. Meski tahu bahaya dari merokok, Suprie tetap saja asyik menghisap batang demi batang rokok yang dibelinya.

Bagi pria yang memiliki hobi menyelam ini, untuk menghentikan kebiasaan merokok tidaklah susah. "Cukup perlu niat saja," kata Suprie kepada Health Liputan6.com, ditulis Sabtu (31/5/2014)

Bila sebagain besar perokok menghentikan kebiasaannya itu dengan cara mengurangi jumlah rokok yang dihirup per harinya, tidak demikian halnya dengan Suprie. Dengan penuh percaya diri ia mengatakan, tidak mengurangi jumlah rokoknya, melainkan langsung menghentikannya.

"Habis itu batuk berdahak. Tapi sudah itu enggak ada yang aneh," kata dia menceritakan.

Bila ada yang mengatakan di saat tidak merokok seperti ada yang aneh, atau terasa asam di bibir, bagi Suprie itu hanyalah sugesti. "Saya sih memang enggak ingin merokok lagi. Jadi kalau ada yang aneh, ya enggak harus diganti dengan apa-apa," kata dia menerangkan.

Setelah menghentikan kebiasaannya itu, dampak positif pun turut dirasakannya. Yang paling terasa, terang Suprie, uang yang ada di tabungannya terasa bertambah. "Yang lain mungkin tidak terlalu terasa," kata dia.

Ia pun tak lupa memberikan masukan kepada para perokok yang hendak menghentikan kebiasaannya itu.

"Kalau mau berhenti ngerokok harus dari diri sendiri. Harus punya semangat dan tekad yang cukup," kata dia

2. Ratna (34 tahun)

Memiliki kekasih seorang perokok, membuat Ratna ikut terjerumus untuk mencobanya. Saat itu ia merasa tidak ingin sakit akibat asap rokok yang diembuskan orang terkasihnya. "Katanya kan perokok pasif itu lebih parah sakitnya. Mending merokok saja sekalian," kata Ratna menceritakan.

Awalnya, Ratna hanya ingin melihat respons sang kekasih bila melihatnya merokok. Tapi apa daya, bukannya melarang kekasihnya itu justru mendukung Ratna untuk ikut menjadi `pelaku`. Merasakan nikmat sesaat, membuatnya menjadi perokok selama 7 tahun.

Sadar bahwa apa yang dilakukannya hanya akan merusak tubuhnya, Ratna pun secara perlahan mulai mencoba untuk menghentikan kebiasaannya itu. Apalagi, kekasih yang begitu dicintainya, sudah tak lagi bersamanya.

"Setelah putus dan tidak berhubungan lagi, baru terasa deh, kalau saya dulu itu bodoh banget. Mau saja ngikuti apa yang dilakukannya. He he he.. Namanya juga cinta," kata dia sambil berkelakar.

Sebulan pertama, Ratna merasakan susah untuk lepas dari rokok. Karena dorongan yang kuat dari sahabatnya yang juga mantan perokok, membuat wanita karir ini berupaya semampunya agar dapat keluar dari kebiasaan itu.

Tapi kini, setelah setahun berupaya untuk menghentikannya, Ratna mengaku sudah benar-benar berhenti merokok. Bagi Ratna, berhenti merokok sama halnya seperti menurunkan berat badan.

"Ini sih sama kayak diet. Kalau berat badan mau tercapai, target itu harus dikejar dengan usaha. Dan keduanya sama-sama susah," kata dia lagi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini