Sukses

Apa Ya Beda Autisme dan Down Syndrome?

Di kehidupan sehari-hari, tidak sedikit yang beranggapan kalau anak Down syndrome (Ds) sama dengan anak penyandang autis.

Liputan6.com, Jakarta Di kehidupan sehari-hari, tidak sedikit yang beranggapan kalau anak Down syndrome (Ds) sama dengan anak penyandang autis. Bahkan, ada juga yang menyebut bahwa Ds dan autisme adalah penyakit yang dapat disembuhkan.

Untuk meluruskan kesalahpahaman ini,  Konsultan Neuropediatri dari Asosiasi Disleksia Indonesia, Dr. Purboyo Solek, SpA(K) menjelaskan perbedaan antara autisme dan Down syndrome.

1. Autisme

Purboyo mengatakan, Autisme, Asperger Disorder, dan PDD Nose tergabung dalam satu kelompok, Autistic Spectrum Disorder (ATS). Bila dilihat secara keseluruhan, sudah jelas ini bukan penyakit yang dapat disembuhkan hanya dengan diberi obat.

"Ini adalah kelainan perkembangan. Jelas berbeda dengan penyakit. Kalau penyakit, dikasih obat dalam waktu dua sampai tiga hari juga sembuh. Kalau ini, karena kelainan perkembangan, maka treatmennya butuh waktu yang lama dna tidak sebentar,"  kata Dr. Purboyo dalam `Seminar Pemberdayaan Anak Penyandang Autis Dalam Memasuki Dunia Kerja`di Hotel Atlet Century Park Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2014)

Kelompok ATS ini memiliki tiga gangguan dalam perkembangannya. Yaitu, komunikasi dan interaksi, perilaku, serta gerakan dan ucapan yang sering diulang-ulang.

Perilaku pada anak penyandang autis, kata Praboyo, ada satu kondisi di mana si anak menunjukkan perilaku aneh dan tidak umum. Perilaku ini disebut dengan  mal adaptif.

"Perilaku ini contoh sederhananya waktu kecil suka mutar-mutar sendiri, loncat-loncat, dan selalu jalan-jalan entah ke mana," kata dia menerangkan.

Selain itu, pada anak-anak yang tergolong ATS ini ada satu kondisi di mana dia senang melakukan sesuatu yang diulang-ulang. Purboyo menyebut kondisi ini dengan repetitif. Bentuk sederhananya, bisa terhadap benda yang ada di sekitarnya.

"Misalnya dia sudah menyusun sebuah benda dijejerkan. Begitu kita jatuhkan, akan disusun lagi sama dia. Kita jatuhkan, disusun lagi. Begitu seterusnya," kata Purboyo.

Sebenarnya, tambah Purboyo, bentuk diulang-ulang ini bisa dalam bentuk lain, seperti gerak dan ucapan. Contohnya, ketika orang menanyakan siapa namanya, dia akan mengucapkan kalimat serupa. Pun saat kita bertanya dia sedang apa, dia akan membalikannya lagi. "Kondisi seperti ini disebut dengan ekolalia," kata dia menerangkan.

2. Down syndrome (Ds)

Ds tidak masuk dalam kategori ATS. Ds adalah kelainan kromoson yang memberikan gambaran sangat khas pada si anak. Di mana pun daerah yang terdapat anak Ds-nya, maka akan sama saja.

"Baik itu di Pulau Jawa, Bali, Kalimantan, sampai ke luar negeri, anak-anak Ds itu kalau ketemu sama-sama saja," kata Purboyo menerangkan.

Karena Ds adalah kelainan kromosom, perbedaan-perbedaan seperti ini sangatlah penting. Namun ternyata, masing-masing kelainan ini memiliki kemampuan masing-masing.

"Kalau kita hubungkan dengan akademik, akan terlihat jelas berbeda-beda antara akademik akan berbeda dengan Autisme dan Asperger," kata dia menjelaskan.

Selain Ds dan autisme, ada satu kondisi di mana orang masih salah kaprah mengartikannya. Yaitu, Rett Disorder.

Purboyo mengatakan, dulu Rett Disorder masuk dalam satu kelompok yang sama dengan kelompok ATS, dan disebut dengan PDD. Sekarang, Rett Disorder sudah memisahkan diri karena tahu kalau Rett Disorder adalah kelainan genetik khusus, pada gen MECP2 (methyl-CpG-binding protein 2)

Dengan mengetahui perbedaan ini, diharapkan Pemerintah, tempat terapi, dan pihak terkait lainnya paham kalau autisme dan kondisi yang mirip autisme itu berbeda. Sehingga, dapat dibuat perencanaan yang matang untuk jenis sekolah, pekerjaan dan sesuai dengan kelainan-kelainan itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.