Sukses

Masalah Dokter di Era JKN Selain Bayaran Murah

Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) para dokter umum dan calon dokter akan dikenalkan dengan problem baru. Apa itu?

Liputan6.com, Jakarta Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini selain perubahan sistem dalam layanan kesehatan dan sejumlah masalah lain terkait bayaran dokter, para dokter umum dan calon dokter akan dikenalkan dengan problem baru yaitu adanya pendidikan dokter layanan primer.

Masalahnya, menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH., pendidikan dokter layanan primer ini akan memunculkan masalah seperti belum seimbangnya kebutuhan dokter di Indonesia. Bagaimana tidak, untuk praktik umum saat ini mungkin dokter sudah cukup tapi spesialis masih kurang.

"Dalam JKN, kita masih pada tahap awal (dokter umum). Kompetensi sudah terumuskan tanpa standar kualitas yang terukur. Saat ini, rasio dokter (praktisi umum) satu banding 2.000-3.000 sudah tercapai, tapi dokter spesialis masih kurang dari rasio terbaik yaitu satu banding 10.000-25.000 jenis penyakit," kata Hasbullah dalam acara Dies Natalis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 'Pendidikan Kedokteran di era Jaminan Kesehatan Nasional' di UI Salemba, Jakarta, Rabu (5/3/2014).

Hasbullah menerangkan pula masalah drug of choice (bayaran dokter) yang dirasa masih kurang juga membuat dokter harus berputar otak dalam melayani orang sakit sehingga dokter jadi terfokus pada bayaran bukan layanan kesehatan. Karena masalah bayaran mestinya sudah menjadi urusan Direktur RS.

"Intinya masalah yang sekarang ada adalah dosisnya kurang (bayaran). Itu aja yang jadi masalah. Bagaimana besarannya agar seimbang. Gate keeper (dokter layanan primer) nggak bisa berjalan tanpa dosis. Di Inggris, kapitasi bisa jalan karena yang bayar pemerintah," jelas Hasbullah.

Di negara maju, Hasbullah melanjutkan, dokter di layanan primer dapat menekan  penyakit karena bayarannya 20 persen lebih tinggi. "Makanya mereka happy dengan profesinya. Bisa kerja sesuai waktu yang ditetapkan dan mendapatkan bayaran sesuai."

Selain itu, kualitas dokter yang akan melayani di layanan primer juga menjadi tanda tanya. Hasbullah mengatakan, sampai saat ini dokter layanan primer dalam JKN adalah yang berijasah dan berkompetensi dokter umum atau dokter gigi yang lulus pendidikan profesi. Lantas bagaimana dengan kualitas lulusan fakultas kedokteran di Indonesia saat ini?

"Kuncinya socially acceptable dan earning. Kualitas dokter baru lulus mungkin memadai tapi bagaimana selanjutnya? Adakah jaminan atau perlu resertifikasi untuk menjamin outcome pasien terbaik, perlu continous qualitu measures," jelasnya.

Di lain pihak, pakar perlindungan hukum dokter, Prof. dr. H. Budi Sampurna, Sp. F(K), S.H., D.F.M., Sp.KP menjelaskan bahwa dampak JKN pada para dokter ataupun calon dokter akhirnya akan membuat ketidakpastian. "Ketidakpastian yang mengakibatkan aspek hukum, kemudian dokter yang nantinya akan memperhatikan tarif bukan memperhatikan standar pelayanan. Juga karena banyak kasus, dokter akan kelelahan sehingga pelayanan tidak optimal. Jadilah fraud dan abuse," jelasnya.

Seperti diketahui, pada era JKN penyediaan pelayanan kesehatan primer dilakukan oleh para dokter layanan primer bukan tanggung jawan dokter umum seperti sekarang. Pendidikan dokter layanan primer ini akan memakan waktu sekitar 2-3 tahun untuk setiap angkatannya, dengan bobot 50-90 SKS.

Namun kenyataanya, belum ada institusi pendidikan yang memiliki fakultas kedokteran yang sudah menjalankan program pendidikan dokter layanan primer ini. FKUI sendiri kemungkinan baru membuka program ini pada 2016 karena tidak terlepas dari belum disahkannya kurikulum DLP yang nantinya dokter layanan primer akan memiliki gelar dokter Sp.FM (Family Medicine-dokter keluarga).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini